MOTIVASI KOKI SEKOLAH AGAR MENGIKUTSERTAKAN AKSI PROTEKSI TERHADAP FOOD TAMPERING

Oleh : Andrew Prasettya Japri, Universitas Indonesia

Pendahuluan

Food Tampering dapat diartikan sebagai kontaminasi makanan yang disebabkan oleh bahan kimia, biologis, atau agen fisik yang bisa membahayakan orang yang memakannya. Kontaminasi dapat terjadi kapanpun, mulai dari waktu di produksi sampai ke konsumen. Skala produksi makanan sekolah yang besar dapat membuat sebuah potensi timbulnya kontaminasi yang akan memengaruhi kesehatan anak. Langkah proteksi yang dibuat untuk mengurangi ancaman dari kontaminasi makanan yang disengaja disebut dengan food defense. Larangan untuk mengakses produksi makanan dan tempat penyimpanan adalah kunci dari mempertahankan food defense.

Metode

Penelitian dilakukan di 12 situs sekolah, dengan mengobservasi (peneliti mengamati produksi sarapan dan menunggu sampai makan siang selesai) dan memanfaatkan data wawancara yang dikumpulkan dari semua situs. Ada juga beberapa sekolah yang tidak bersedia berpartisipasi dengan alasan tidak tertarik, sibuk dengan jam pelajaran, kekurangan pekerja, tidak bersedianya pekerja untuk diwawancarai, dan sulitnya akses untuk ke dapur.

Hasil dan Pembahasan

Ada 7 tema yang diangkat dan digunakan untuk pembahasan setelah dilakukan analisis, yaitu aspek kognitif, konsekuensi, otorisasi, keamanan fisik, aspek fisik, prioritas pekerjaan, dan kepercayaan diri pekerja.

Aspek kognitif, (1) Kesadaran dan wawasan, kesadaran muncul sebagai pemahaman terhadap kemungkinan terjadinya food tampering, yang sebagian peserta wawancara merasa seakan akan hal itu tidak terjadi di tempat kerja mereka. Hal itu lebih mungkin terjadi saat makanan dari sekolah datang, saat proses pengolahan, pengemasan atau ditransportasikan.  Pegawai yang tidak puas atau murid yang marah bisa dianggap sebagai orang yang berpotensi untuk melakukan food tampering. (2) Kesalahpahaman, adanya perbedaan yang buruk terbuat dari food tampering yang disengaja dan indikasi kontaminasi dari isu kesehatan makanan, seperti halnya saat anak-anak yang melukai tangannya dan mempunyai luka yang terbuka, lalu mereka mengambil makanan yang disediakan dan memberikan ke temannya, maka mereka sudah menyebarluaskan kontaminasi tersebut. (3) Pengalaman, ada insiden yang terjadi di sekolah, seperti adanya satu siswa yang iseng menaruh permen karet kunyahan mereka ke dalam sebuah tempat buah.

Konsekuensi, (1) Sakit atau Kematian, dengan adanya food tampering, hal itu dapat menyebabkan orang terjangkit penyakit, yang jika tidak ditangani, maka dapat menyebabkan timbulnya kematian. (2) Kehilangan reputasi, efek dari terjadinya masalah ini bisa menyebar ke satu sekolah, dan pada akhirnya sekolah akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem penyediaan layanan makanan. (3) Disiplin, hal ini bisa menjadi salah satu hal yang harus dilaksanakan agar orang-orang bisa berpikir dua kali sebelum melakukan food tempering.

Otorisasi, orang-orang yang boleh memasuki dapur hanyalah para koki dan beberapa kelompok yang memiliki kepentingan dengan operasional sekolah, sehingga hal tersebut dapat mengurangi potensi terjadinya food tempering.

Keamanan fisik, tanda petunjuk dapat digunakan untuk mengontrol akses ke fasilitas, benda ini sangat efektif untuk membuat orang-orang yang tidak berkepentingan untuk masuk. Ada juga ruangan yang terkunci, sehingga keamanannya dapat terjaga, namun cara kontrol kunci yang tidak tepat menyebabkan banyaknya orang yang mempunyai kunci cadangan dari masing-masing ruangan tersebut.

Aspek fisik, tata letak dari dapur dan tempat penyimpanan itu sendiri bisa menjadi halangan dan mekanisme proteksi sekaligus, seperti jendela yang ada di dapur utama membuat manajer dapat melihat proses produksi dan penyajian makanan. Kurangnya pegawai yang berjaga juga dapat meningkatkan risiko terhadap pencurian makanan atau bahkan food tampering oleh orang di sekitar.

Prioritas pekerjaan, produksi catering semakin meningkat dari hari ke hari dianggap lebih penting daripada menjaga orang asing jauh dari dapur dan area penyimpanan. Proteksi makanan dianggap sebagai tanggung jawab dari manajer. Koki sudah mengidentifikasi keperluan dari mengatasi makanan dengan tepat dan mempertahankan suhu yang tepat untuk menjaga makanan. Kebersihan, cuci tangan, mencegah terjadinya kontaminasi, memproduksi makanan tepat waktu, terorganisir, dan menjaga kondisi yang aman merupakan prioritas proteksi makanan.

Kepercayaan diri pekerja, mereka mempunyai hak untuk mengambil tindakan yang tepat untuk menjaga pelayanan katering yang baik, seperti menegur siswa yang masuk ke dapur untuk menghindari antrian makanan.

Kesimpulan

Koki yang diwawancara memperlihatkan keinginan untuk menyiapkan makanan yang aman untuk anak-anak yang mereka layani. Prioritas pekerjaan mereka memperlihatkan komitmen untuk mengikutsertakan kesadaran terhadap ancaman food tampering dan implementasi latihan dari proteksi makanan untuk menguranginya. Pengetahuan tentang ancaman pertahanan makanan dan pencegahan menjadi salah satu hal yang esensial.

Daftar Pustaka

Klitzke, Carol J. et al. 2016. SCHOOL COOKS’ MOTIVATIONS TO ENGAGE IN PROTECTIVE ACTION AGAINST FOOD TAMPERING. Journal of Foodservice Management & Education 2016 Vol 10, Issue 2, Pages 8-15.

Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *