STATUS GIZI, ASUPAN ENERGI, DAN SERAT SEBAGAI FAKTOR RISIKO KARDIOMETABOLIK PADA REMAJA PENDEK

Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Volume 13, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman 14-19

Oleh: El Frida Akmalia Alifa ( Universitas Muhammadiyah Surakarta) dan Alifa Azzahra (IPB University)

 

PENDAHULUAN

Ā 

Tinggi badan merupakan salah satu parameter penting yang mempengaruhi status kesehatan karena selain menggambarkan kegagalan pertumbuhan linier, juga menggambarkan immaturitas organ dan risiko rendahnya adaptasi metabolik. Hal ini terbukti dengan tingginya korelasi antara perawakan pendek dengan risiko penyakit menular dan penyakit degeneratif (1,2). Perawakan pendek masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang belum mencapai penurunan memuaskan. Indonesia menempati urutan kelima terbanyak populasi perawakan pendek di dunia. Data The United Nations International Childrenā€™s Emergency Fund (UNICEF) tahun 2010 menemukan prevalensi perawakan pendek di Indonesia mencapai 36% (3). Tinggi badan pada usia remaja perlu menjadi perhatian penting karena berada pada tahap akhir masa tumbuh kejar. Perbaikan berbagai faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan diharapkan dapat membantu mengoptimalkan potensi pertumbuhan dan menurunkan risiko komorbiditas (4). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi perawakan pendek pada remaja awal laki-laki adalah 32,3- 40,2% dan perempuan sebesar 32,8 – 35,8% (5).

Berbagai faktor risiko yang berhubungan dengan perawakan pendek antara lain risiko hipertensi lebih tinggi terjadi pada remaja pendek dengan berat badan lebih. Penelitian lain menyatakan bahwa pendek juga berhubungan dengan risiko resistensi insulin. Kedua hal tersebut berhubungan dengan risiko komplikasi kardiometabolik, seperti diabetes mellitus, hipertensi dan gagal ginjal sehingga akan menurunkan produktivitas dan kualitas hidup. Perawakan pendek juga berhubungan dengan kegagalan performa psikologis dan fungsi kognisi. Risiko komplikasi obstetri buruk juga terjadi pada remaja perempuan dan wanita usia subur dengan perawakan pendek (1,6,7).

Remaja awal dengan umur 10 sampai 14 tahun sedang mengalami masa tumbuh tahap akhir sehingga segala sesuatu yang menunjang pertumbuhan optimal akan berpengaruh. Di sisi lain, perkembangan remaja awal yang masih pada tahap peralihan dari anak-anak ke dewasa sangat berpengaruh pada gaya hidup dan pola makan. Asupan gizi sebagai salah satu faktor lingkungan masih menjadi masalah penting pada usia pertumbuhan. Berbagai penelitian menyatakan bahwa asupan energi yang kurang selama masa pertumbuhan berperan penting terhadap terjadinya perawakan pendek (4,8,9). Lebih lanjut, asupan serat pangan yang cukup akan membantu mengoptimalkan proses metabolisme dengan membantu optimalnya milieu di saluran cerna dan membantu menurunkan berbagai risiko penyakit.

 

METODE

Penelitian berdesain potong lintang dengan subjek penelitian adalah remaja awal pendek berusia 10-14 tahun. Penentuan perawakan pendek dan IMT dilakukan dengan pengukuran tinggi dan berat badan yang mengacu pada standar WHO Growth Chart 2005. Pengambilan data asupan makanan dilakukan dengan recall 3×24 jam dan dianalisis dengan Nutrisurvey Analisis bivariat dengan uji Mann Whitney U.

 

HASIL

Data penelitian diperoleh 106 subjek untuk setiap kelompok. Kelompok terdiri menjadi 2 yaitu pendek dan normal. Karakteristik umum yang dilihat seperti jenis kelamin, rerata umur, tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh (IMT) dan status gizinya. Hasil data dari penelitian karakteristik umum subjek penelitian tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik umum subjek penelitian

Variabel Pendek Normal
Jumlah subjek (n, %) 106 (50) 106 (50)
Jenis kelamin (n,%)
Laki-laki 48 (45.1) 40 (39.4)
Perempuan 58 (54.9) 66 (60.0)
Umur (tahun)1 12.45 (1.18) 12.04 (1.15)
Tinggi badan (cm)1 137.34 (7.22) 148.97 (7.59)
Berat badan (kg)1 32.71 (7.02) 40.95 (9.68)
Indeks massa tubuh (kg/m2)1 17.15 (2.59) 18.38 (3.33)
Kategori status gizi (n,%)
Kurus 17 (15.5) 15 (14.1)
Normal 89 (84.5) 91 (85.9)

1 data dalam rerata (SD)

Hasil penelitian menunjukkan remaja laki-laki pendek lebih tinggi dari remaja laki-laki normal danĀ  remaja perempuan pendek lebih rendah dari remaja perempuan normal. Sebaran status gizi kurus lebih tinggi pada remaja pendek daripada remaja normal.

Perbandingan antara rerata IMT, asupan energi, dan serat antara kelompok remaja awal pendek dan normal memperlihatkan adanya perbedaan. Uji analisis bivariat dengan uji Mann-Whitney U dilakukan untuk melihat perbedaannya. Perbedaan sebaran IMT, asupan energi dan serat dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Perbedaan sebaran IMT, asupan energi dan serat pada remaja awal pendek dan tinggi badan normal

Variabel Pendek Normal p
Rerata (SD1) Rerata (SD)
IMT (kg/m2) 17.15 (2.59) 18.38 (3.33) 0.017*
Energi (kkal) 1 488.83 (513.52) 1 704.32 (663.49) 0.034*
Serat (g) 4.36 (1.18) 4.53 (2.15) 0.032*

1SD= Standar deviasi, * Uji Mann-Whitney U, bermakna (p< 0.05)

Perbandingan rerata IMT pada remaja pendek dan normal yang memperlihatkan adanya perbedaan rerata IMT pada remaja awal pendek dan normal (p=0.017) . Demikian juga dengan rerata asupan energi dan serat yang menunjukkan adanya perbedaan rerata asupan energi dan serat pada remaja awal pendek dan normal (p<0.05).

 

PEMBAHASAN

Proporsi remaja awal pendek dari hasil penelitian menunjukkan lebih tinggi pada remaja perempuan dibanding remaja laki-laki. Data Riskesdas 2013 memperlihatkan proporsi remaja pendek lebih tinggi pada perempuan untuk usia 10 sampai 11 tahun dan lebih tinggi pada laki-laki untuk usia 12 sampai 14 tahun(5). Rerata umur pada penelitian ini cukup homogen karena diambil subjek kelompok remaja awal dengan umur 10 sampai 14 tahun. Data Riskesdas 2013 menunjukkan pada anak laki-laki, prevalensi pendek tertinggi di umur 13 tahun (40,2 %) sedangkan pada anak perempuan di umur 11 tahun (35,8%) (5). Karakteristik fisiologis kelompok ini ditandai dengan meningkatnya aktivitas hormon pertumbuhan dan dimulainya sekresi dan aktivitas hormon reproduksi. Kecepatan pertumbuhan pada remaja perempuan terjadi lebih awal yaitu antara umur 10 sampai 12 tahun sedangkan pada remaja laki-laki antara umur 12 sampai 14 tahun (4,5,10,15). Rerata tinggi badan pada kelompok pendek adalah 137,34 (SD 7,22) cm dan 148,97 (SD 7,59) cm pada kelompok kontrol.

Analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan sebaran IMT pada remaja pendek dan tinggi badan normal. IMT sebagai salah satu parameter status gizi dapat menunjukkan kecenderungan risiko penyakit. Status gizi kurus cenderung Ā lebih tinggi pada remaja pendek dibanding remaja normal. IMT dibawah normal berhubungan dengan simpanan protein yang kurang sehingga akan berisiko menurunnya respon immunitas. Risiko penyakit tidak menular juga meningkat karena dengan kurangnya Ā protein menyebabkan meningkatnya simpanan sumber energi dalam bentuk lemak. Namun, kedua hal ini akan berisiko gangguan metabolik dan chronic low grade inflamation sehingga meningkatkan risiko penyakit kardiometabolik.

Asupan gizi kurang berhubungan dengan perawakan pendek. Periode remaja ini asupan gizinya sangat dipengaruhi oleh selera dan pemilihan makanan. Asupan gizi yang cukup diperlukan untuk melakukan proses metabolisme. Asupan serat pada remaja normal lebih tinggi dibandingkan denga remaja pendek. Manfaat serat telah banyak diketahui antara lain untuk memperlambat rasa lapar dan memperlambat kemaikan kadar gula darah. Secara kumulatif serat akanĀ  menurunkan risiko berbagai penyakit yang berhubungan dengan kadar lemak berlebih.

 

SIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan antara IMT, asupan energi, dan asupan serat antara remaja pendek dan remaja dengan tinggi badan normal sebagai salah satu faktor risiko antara terhadap penyakit kardiometabolik. Penelitian ini juga memperlihatkan kecenderungan asupan kalori di bawah standar dan asupan serat jauh di bawah standar pada remaja awal pendek.

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Badham J dan Sweet L. 2010. Stunting: an overview. Sight and Life.3:40-47.
  2. Dietz H. 2008. Childhood obesity. In: Shills ME, Shike M. Modern nutrition in health and disease 10th Ed. Baltimore: Lipincott Williams & Wilkins.
  3. United Nations Children Funds. 2009 The challange of undernutrition. In: Tracking progress on child and maternal nutrition, a survival and development priority. New York: UNICEF.
  4. Cromer B. 2011. Adolescent development. In: Nelsonā€™s textbook of pediatrics. 18 ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
  5. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
  6. Clemente A, Santos C, Silva A, Martins A, Marchesano A, Fernandes M. 2012. Mild stunting is associated with higher blood pressure in overweight adolescents. Arq Bras Cardiol. 98(1):6-12.
  7. Walker S, Chang S, Powell C, Simonoff E, GranthamMcGregor. 2007. Early childhood stunting is associated with poor psychological functioning in late adolescence and effects are reduced by psychosocial stimulation. J Nutr. 137(11):2464-9.
  8. Ayoola O, Ebersole K, Omotade O, Tayo BO, Brieger WR, Salami K, et al. 2009. Relative height and weight among children and adolescents of rural Southwestern Nigeria. Ann Hum Biol. 36(4):388-99.
  9. Rakefet P, Galia G, Moshe P. 2010. Nutrition and catch-up growth. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 51(3):S129-30.
Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *