[Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas]

KAJIAN HARI GIZI NASIONAL
TEMA : “Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas”
Oleh : Departemen Isu dan Advokasi

Hari Gizi Nasional merupakan sebuah momentum untuk membangkitkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya penerapan gizi seimbang guna kualitas kesehatan yang lebih baik. Hari Gizi Nasional diperingati pada tanggal 25 Januari setiap tahunnya. Pada tahun 2022 ini, pemerintah mengusung tema “Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas” dalam memperingati Hari Gizi Nasional.
Berdasarkan tema tersebut, sangat berhubungan dengan masalah gizi yang masih terjadi di Indonesia dengan prevalensi yang cukup tinggi dan belum teratasi secara terstruktur dan merata. Oleh sebab itu, dengan adanya usungan tema oleh pemerintah, berharap para pemangku kepentingan dapat bekerja sama dalam mengatasi kedua masalah gizi tersebut untuk Indonesia sehat dengan sumber daya manusia yang berkualitas.
A. Stunting
• Definisi
Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD yang dikategorikan dengan status gizi sangat pendek. Stunting menjadi masalah gagal tumbuh yang dialami oleh bayi di bawah 5 tahun yang mengalami kurang gizi dan infeksi berulang pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu baru dapat diketahui jelas sejak anak berusia 2 tahun (Sekretariat Percepatan Pencegahan Stunting, 2019).
• Prevalensi stunting
Prevalensi stunting di Indonesia menunjukkan angka fluktuatif cenderung menurun akhir-akhir ini. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SGGI) (Kemenkes Rl, 2021) mengumumkan adanya penurunan angka stunting secara nasional. Dari tahun 2019 hingga 2021, angka stunting mengalami penurunan yang signifikan dengan angka penurunan 1,6 persen per tahun dari 27,7 persen pada tahun 2019 menjadi 24,4 persen pada tahun 2021. Dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, hanya terdapat 5 provinsi yang mengalami peningkatan dan sebagian besar provinsi lainnya mengalami penurunan angka pada stunting (Kemenkes, 2021).

• Faktor resiko stunting dan dampak jangka panjang & pendek
Stunting disebabkan oleh berbagai faktor resiko yang terjadi baik secara spesifik, maupun sensitive. “Stunting disebabkan oleh pemberian ASI eksklusif yang tidak maksimal khususnya pada periode 1000 HPK, keadaan lingkungan yang tidak sesuai dengan syarat hygiene dan sanitasi (mis. Kelayakkan air bersih dan toilet), dan status ekonomi masyarakat,” kata Imas Arumsari S.Gz, M.sc selaku Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) melalui platform social media, yaitu Live Instagram. Pernyataan diatas selaras dengan hasil penelitian systematic review, bahwa stunting sebagian besar dipengaruhi oleh keterbatasannya akses pada fasilitas dan pendidikan kesehatan, penurunan peran kader di posyandu, keadaan lingkungan yang jauh dari higienitas, asupan gizi sejak dini yang tidak adekuat, serta penurunan pendapatan keluarga yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan dan pemenuhan gizi balita (Ulfa Azizah, 2021).
Stunting memiliki dampak jangka pendek dan jangka Panjang pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dampak jangka pendek dari stunting yaitu dapat menyebabkan gagal tumbuh, terjadi gangguan kognitif dan motorik hingga dapat menyebabkan gangguan sistem metabolisme tubuh. Selain itu, juga memiliki dampak jangka panjang yang menyebabkan kerusakan pada saraf dan sel-sel otak yang bersifat permanen (Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional, 2018).
• Program Pemerintah yang sudah berjalan dalam atasi stunting, Lembaga yang berperan dalam atasi stunting, dan Evaluasi Program Pemerintah
Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam menurunkan prevalensi angka stunting di Indonesia seperti membuat dan menjalankan program hingga membuat Peraturan Presiden (Perpres) No 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Pada pasal 18 tertulis susunan keanggotaan tim percepatan penurunan stunting, diketuai oleh wakil presiden RI. Anggota tim percepatan penurunan stunting terdiri dari berbagai kementerian, seperti kementerian kesehatan, kementerian sosial, kementerian keuangan, dll.
Selain regulasi, pemerintah juga membuat strategi nasional (stranas) percepatan penurunan stunting. Stranas tersebut terdiri dari lima pilar, antara lain:
a. Komitmen dan Visi Kepemimpinan Nasional Daerah
b. Kampanye Nasional dan Komunikasi Perubahan Perilaku,
c. Kovergensi Program Pusat, Daerah, dan Desa,
d. Ketahanan Pangan dan Gizi,
e. Pemantauan dan Evaluasi.
Upaya percepatan penurunan stunting dilakukan melalui intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif dengan tujuan dapat menjangkau secara menyeluruh. Intervensi gizi spesifik merupakan penanganan kepada penyebab langsung dari stunting melalui perbaikan asupan makanan dan gizi serta penyakit infeksi. Sedangkan, intervensi gizi sensitif merupakan penanganan terhadap penyebab tidak langsung melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, peningkatan akses pangan bergizi, peningkatan pola pengasuhan gizi ibu dan anak, serta penyediaan air bersih dan sanitasi.
Program tersebut sudah dirancang dengan konsep yang matang dan diimplementasikan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) 2018 adanya penurunan prevalensi stunting sebesar 6,4% dari 37,2% (2018) menjadi 30,8% (2018). Perlu adanya koordinasi multisektoral dalam mengimplementasikan upaya mencapai keberhasilan (Saputri & Tumangger, 2019).
Penanganan dan pencegahan stunting membutuhkan penanganan oleh berbagai sektor agar dapat bekerja secara efektif dan optimal dalam mencapai tujuan. Berdasarkan arahan presiden, penanganan stunting lintas-kementrian akan dipimpin oleh BKKBN. Beberapa kementrian yang turut berpartisipasi dalam upaya penanganan dan pencegahan stunting ini diantaranya adalah Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementrian Kesehatan, Kementrian Sosial, dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Pemerintah daerah juga memiliki peran yang sangat penting dalam penanganan stunting, diantaranya melalui optimalisasi peran posyandu yang memiliki kedekatan dengan warga di daerah tersebut, sehingga harapannya edukasi dan intervensi yang diberikan dapat tersampaikan dengan baik (Saputri & Tumangger, 2019).
Selain pemerintah, berbagai lembaga swasta seperti beberapa perusahaan pangan di Indonesia juga turut berpartisipasi dengan memberikan donasi untuk program stunting dan juga mengeluarkan produk yang lebih sehat. Munculnya berbagai organisasi, gerakan, tokoh yang marak memberikan edukasi mengenai stunting juga dapat membantu percepatan penanganan stunting. Dalam skala yang terkecil, tentunya keluarga memiliki peran utama dalam mencegah stunting.
B. Obesitas
• Definisi
Obesitas adalah suatu keadaan ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar dalam jangka waktu yang lama. Banyaknya konsumsi energi dari makanan yang dicerna melebihi energi yang digunakan untuk metabolisme dan aktivitas sehari hari. Kelebihan energi ini akan disimpan dalam bentuk lemak dan jaringan lemak sehingga dapat berakibat pertambahan berat badan (WHO, 2006)
• Prevalensi obesitas
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi obesitas di Indonesia pada usia di atas 18 tahun adalah sekitar 21,8%. Prevalensi tertinggi terdapat pada Provinsi Sulawesi Utara (30,2%), Kalimantan Timur (28,7%), Kepulauan Riau (26,2%), dan diikuti provinsi-provinsi lainnya. Data ini cenderung meningkat dari tahun 2007 yaitu sebanyak 10,5% menjadi 11,5% pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 21,8% pada tahun 2018.

• Faktor resiko dan dampak jangka panjang & pendek
Faktor risiko obesitas dipengaruhi oleh banyak faktor. Sebagian besar faktor risiko obesitas yaitu jenis kelamin, faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktivitas fisik, asupan makan, sosial ekonomi (Putri, 2015). Obesitas perlu diperhatikan sejak usia dini. “Obesitas yang terjadi sejak dini dapat menganggu produktifitas dan fungsi kognitive anak terhadap prestasi belajar kedepannya, beresiko mengalami penyakit tidak menular, dan pola makan tidak sehat akibat dampak pandemik COVID-19 yang cenderung mengikuti sedentary life,” kata Imas Imas Arumsari S.Gz, M.sc selaku Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) melalui platform social media, yaitu Live Instagram
Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil Literatur Review bahwa faktor penyebab terjadinya obesitas menurut Teori H.L. Blum sebagai berikut 1) faktor lingkungan yaitu: aktivitas fisik yang hanya dilakukan untuk trend, peran orang tua dalam mengontrol penggunaan elektronik, pilihan makanan yang beragam, dan warisan keluarga terhadap kebiasaan pola makan dan gaya hidup, 2) faktor pelayanan kesehatan yang dapat memengaruhi terjadinya obesitas ada kegiatan penyuluhan, 3) faktor genetik yaitu: usia, jenis kelamin, parental fatness, dan mutasi gen, dan 4) faktor perilaku yaitu: pola makan, kurangnya aktivitas fisik, dan pembelian makanan di luar (Saraswati et al., 2021).
• Program Pemerintah yang sudah berjalan dalam atasi obesitas, Lembaga yang berperan dalam atasi obesitas, dan Evaluasi Program Pemerintah
Upaya pemerintah dalam mengatasi obesitas salah satunya dengan program GERMAS. GERMAS adalah Gerakan Masyarakat Hidup Sehat melalui tindakan CERDIK. Cek rutin kesehatan secara berkala, Enyahkan rokok, Rutin melakukan aktifitas fisik, Diet makanan dengan nutrisi seimbang terutama mengonsumsi sayur dan buah, Istirahat yang cukup dan Kelola stress. Selain menerapkan GERMAS sebagai salah satu cara untuk mengatasi obesitas, pemerintah juga mempublikasikan panduan Pelaksanaan Gerakan Nusantara Tekan Angka Obesitas (GENTAS).
Melalui GERMAS dan GENTAS, masyarakat diajak untuk mengatur pola makan. Seperti menggunakan piring makan model T yaitu jumlah sayur 2 kali lipat dari bahan makanan sumber karbohidrat (nasi, mie, roti, pasta dan lain-lain), jumlah makanan sumber protein setara dengan jumlah makanan sumber karbohidrat serta konsumsi buah minimal harus sama dengan jumlah karbohidrat atau protein. Pilihlah makanan yang disenangi namun tetap memperhatikan jumlah, jenis dan jadwal makan; Konsumsi garam, gula dan lemak harus diminimalisir serendah mungkin; Makanan sebisa mungkin diolah dengan cara ditumis dan direbus; Hindari gorengan dan minuman manis. Selain itu juga perlu meningkatkan aktivitas fisik. Prinsip utama aktivitas fisik pada obesitas adalah meningkatkan pengeluaran energi dan membakar lemak. Aktifitas fisik dan latihan fisik menjadi bagian terintegrasi sebagai terapi untuk menurunkan berat badan dan menjaga berat badan tetap ideal. Selain melakukan aktifitas fisik, menjauhi rokok, istirahat yang cukup, dan kelola stress menjadi faktor pendukung untuk mengatasi dan mencegah obesitas (Gerakan Nusantara Sehat, 2019).
Efektivitas GERMAS dan GENTAS tidak lepas dari beberapa intervensi yang telah digalakkan oleh pemerintah, seperti iklan masyarakat di beberapa platform sosial (TV, Youtube, instagram, dan radio), penyuluhan pola hidup pencegahan obesitas, serta praktik pengaturan pola makan model T.
Data Riskesdas pada tahun 2018, perilaku kesehatan masyarakat yang terjadi adalah penduduk ≥ 10 tahun yang merokok (28,8%), konsumsi minuman beralkohol (3,3%), aktivitas fisik kurang (33,5%), konsumsi buah atau sayur kurang pada penduduk ≥ 5 tahun sebesar (95,5%) (Merry Tiyas Anggraini, dkk. 2021).
Oleh sebab itu, program GERMAS yang telah berjalan belum membuktikkan adanya perubahan dalam perilaku dan pengetahuan dalam mencegah obesitas, sehingga diperlukan organisasi, gerakkan, lembaga swasta yang bergerak di bidang pangan untuk bekerja sama dalam menciptakan langkah masyarakat dalam menuju hidup sehat.
C. Saran dan Rekomendasi Upaya Menurunkan Prevalensi Stunting dan Obesitas
Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan oleh Departemen Isu dan Advokasi, terdapat saran yang perlu ditindaklanjuti baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak swasta, serta masyarakat di Indonesia sebagai berikut:
Kepada seluruh anggota tim percepatan penurunan stunting yang tercantum di dalam Pasal 18 Peraturan Presiden (Perpres) No 72 Tahun 2021 untuk dapat melakukan survei secara berkala di tempat yang dijadikan lokasi fokus (lokus) dengan bekolaborasi bersama pihak yang bergerak di bidang pangan, gizi, dan kesehatan serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berperan dan bertanggungjawab dalam mengatasi dua masalah gizi tersebut. Mengidentifikasi latar belakang penyebab permasalahan yang terjadi di setiap daerah khususnya daerah dengan prevalensi tinggi terhadap stunting dan obesitas, memaksimalkan evaluasi yang disesuaikan dengan indikator program interevensi gizi spesifik, sensitif, dan outcome/hasil, serta memperbaiki ketahanan pangan pada setiap daerah di Indonesia.
Adapun rekomendasi yang terbagi menjadi rekomendasi jangka pendek dan jangka panjang terhadap program yang diselenggarakan oleh pemerintah dalam memperbaikki obesitas dan stunting di Indonesia pada tahun berikutnya, antara lain sebagai berikut:
Rekomendasi Jangka Pendek
1. Pemerintah perlu memaksimalkan sosialisasi program penurunan stunting dan obesitas yang diberlakukan dengan mengunjungi masyarakat di setiap daerah khususnya daerah yang memiliki prevalensi tinggi.
2. Melakukan evaluasi secara rutin di setiap daerah terhadap program yang sudah dijalankan dalam upaya percepatan penurunan stunting dan obesitas.
3. Melakukan kolaborasi bersama para pakar gizi dalam membuat metode baru yang sebelumnya belum ada di dalam program dan melakukan pelatihan secara rutin ditujukkan kepada SDM yang terlibat di dalam program seperti mahasiswa gizi, tenaga pendidik gizi, dan tenaga tesehatan.
Rekomendasi Jangka Panjang
1. Melakukan intervensi gizi sensitif dan spesifik secara berkelanjutan yang melibatkan mahasiswa gizi maupun mahasiswa kesehatan di bidang lain yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia untuk bekerja sama dalam upaya percepatan penurunan stunting dan obesitas.
2. Perlu dibuat program kerja yang terstruktur dan adanya transparansi data, seperti penyediaan data prevalensi stunting dan obesitas melalui sistem pendataan yang akurat dengan mengidentifikasi penyebab permasalahan stunting dan obesitas di masing-masing daerah, melakukan pemantauan, dan evalusi program yang dijalankan secara rutin.
3. Meningkatkan kolaborasi antar sektor yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak swasta dalam mempercepat penurunan stunting dan obesitas.

DAFTAR PUSTAKA
Azizah, U. (2021). Risiko Peningkatan Stunting pada Balita selama Pandemi Covid-19 di Indonesia “Literature Review”. Jurnal Kesehatan Tambusai. 2(3), 240-245.
Anggraini, M. T., Lahdji, A., Noviasari, N. A., & Rosyada, N. M. A. (2021). Implementasi Program GERMAS pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Margoyoso II. MED-ART, 3(1).
Budiastutik Indah, Muhammad Z. Rahfiludin. 2019. Faktor Risiko Stunting pada anak di Negara Berkembang. IAGIKMI & Universitas Airlangga. 3 (3). 123-124.
Gerakan Nusantara Sehat : Diakses tanggal 19 Januari 2022 melalui https://sardjito.co.id/2019/02/06/gerakan-nusantara-tekan-angka-obesitas/
Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional. (2018). Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten/ Kota. In Bappenas (Issue Juni).
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI.
Kemenkes RI. 2021. Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021. Kemenkes: 16
Kemenkes RI. 2021. Penurunan Prevalensi Stunting tahun 2021 sebagai Modal Menuju Generasi Emas Indonesia 2045: Diperoleh tanggal 12 Januari 2021 melalui https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20211227/4339063/penurunan-prevalensi-stunting-tahun-2021-sebagai-modal-menuju-generasi-emas-indonesia-2045/]
Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI Budget Issue Brief Kesejahteraan Rakyat. 2021. https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/bib/public-file/bib-public-9.pdf
Saputri, R. A., & Tumangger, J. (2019). Hulu-Hilir Penanggulangan Stunting di Indonesia. Journal of Political Issues, 1(1), 1–9. https://doi.org/10.33019/jpi.v1i1.2
Saraswati, S. K., Rahmaningrum, F. D., Pahsya, M. N. Z., Wulansari, A., Ristantya, A. R., Sinabutar, B. M., Pakpahan, E., & Nandini, N. (2021). Literature Review : Faktor Risiko Penyebab Obesitas. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 20(1), 70–74. https://doi.org/10.4710/mkmi.20.1.70-74
Sekretariat Percepatan Pencegahan Stunting. Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting). 2nd ed.; 2019.
Sehat Negeriku. Penurunan Prevalensi Stunting tahun 2021 sebagai Modal Menuju Generasi Emas Indonesia 2045. 2021. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20211227/4339063/penurunan-prevalensi-stunting-tahun-2021-sebagai-modal-menuju-generasi-emas-indonesia-2045/
Kementrian Sekretariat Negara RI Sekretariat Wakil Presiden. Pemutakhiran Data jadi Landasan Penanganan Stunting. 2021. https://stunting.go.id/pemutakhiran-data-jadi-landasan-penanganan-stunting/
WHO. (2006). Controlling the Global Obesity Epidemic. [Online]. Retrieved Marc 3, 2015, from Web site: http://www.who.int/abouttc/opyright/en/.

Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *