“Ada Apa dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2020?” Mahasiswa Gizi Indonesia Merespon PERMENKES No. 3 Tahun 2020

Oleh: Departemen Isu dan Advokasi, Ikatan Lembaga Mahasiswa Gizi Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit tampaknya menjadi sebuah keputusan baru yang membuat para ahli gizi dan calon ahli gizi di Indonesia terkejut terkait dengan diputuskannya profesi ahli gizi sebagai bagian dari pelayanan non medik di rumah sakit. Hal ini disebutkan pada pasal 10 yang berbunyi:
Pasal 10
Pelayanan nonmedik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiriatas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/biatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan saranan prasarana dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.
Berbeda dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa profesi ahli gizi sebagai bagian dari pelayanan penunjang medik lain. Hal ini disebutkan pada pasal 10 ayat (4) yang berbunyi:
Pasal 10
(4) Pelayanan penunjang medik lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi pelayanan sterilisasi yang tersentral, pelayanan darah, gizi, rekam medik, dan farmasi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adanya pergeseran peran profesi gizi sebagai pelayan penunjang medik lain menjadi pelayan nonmedik seperti yang terdapat pada PERMENKES No. 3 Tahun 2020 Pasal 10, peraturan tersebut dinilai melemahkan profesi gizi di rumah sakit, sehingga kami selaku perwakilan mahasiswa gizi Indonesia juga ikut menyoroti terhadap permasalahan keprofesian gizi dalam PERMENKES No. 3 Tahun 2020 Pasal 10.
Perlu kita ketahui bersama pengertian mengenai medik dan non medik. Menurut KBBRI, pelayanan medik ialah pelayanan yang diterima seseorang dalam hubungannya dengan pencegahan, diagnosis, dan pengobatan gangguan kesehatan tertentu. Dalam arti lain, pelayanan medik merupakan upaya kesehatan yang bersifat pemulihan maupun penyembuhan dan preventif pasien dari berbagai penyakit. Baik itu yang menular maupun yang tidak menular. Dalam definisi lain menyatakan bahwa pelayanan medik ialah suatu pelayanan yang mengupayakan kesembuhan penyakit yang ada pada diri pasien tersebut. Tindakan pelayanan yang dilaksanakan juga harus sesuai dengan prosedur yang berlaku dan tentu saja sifatnya harus dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan pelayanan non medik ialah pelayanan yang tidak berhubungan dengan bidang kedokteran maupun medis lainnya. Namun, masih dalam satu keterkaitan dengan pihak rumah sakit maupun dengan pelayanan medik. Misalnya, laundry dan kamar jahit, bagian administrasi, dan lainnya.
Kami merasa keberatan apabila pelayanan gizi masuk dalam pelayanan nonmedik dan disamakan dengan pengolahan makanan/penyelenggaraan makanan. Pelayanan gizi dan penyelenggeraan makanan atau pengolahan makanan adalah dua hal yang berbeda. Pelayanan gizi masuk dalam pelayanan penunjang medik karena tujuan dari pelayanan gizi adalah dalam upaya mempercepat proses penyembuhan, mempertahankan dan meningkatkan status gizi. Sedangkan penyelenggaraan makanan/pengolahan makanan masuk dalam pelayana non medik karena tujuannya adalah menyediakan makanan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang optimal. Hal ini berdasarkan Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 yang menyatakan bahwa ruang lingkup pelayanan gizi rumah sakit meliputi:
1. Pelayanan gizi rawat jalan
Pelayanan gizi rawat jalan adalah serangkain proses kegiatan asuhan gizi yang berkesinambungan dimulai dari asesmen/pengkajian, pemberian diagnosis, intervensi gizi dan monitoring evaluasi kepada klien/pasien di rawat jalan. Tujuannya yaitu memberikan pelayananan kepada pasien rawat jalan dengan membantu mencari solusi masalah gizinya melalui nasihat gizi mengenai jumlah asupan makanan yang sesuai, jenis diet yang tepat, jadwal makan dan cara makan, jenis diet dengan kondisi kesehatannya.
2. Pelayanan gizi rawat inap
Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan gizi yang dimulai dari proses pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi meliputi perencanaan, penyediaan makanan, penyuluhan/edukasi, dan konseling gizi, serta monitoring dan evaluasi. Tujuannta memberikan pelayanan gizi kepada pasien rawat inap agar memperoleh asupan makanan yang sesuai kondisi kesehatannya dalam upaya mempercepat proses penyembuhan, mempertahankan dan meningkatkan status gizi.
3. Penyelenggaraan makanan
Penyelenggaraan makanan RS merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi. Tujuannya adalah menyediakan makanan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang optimal.
4. Penelitian dan pengembangan gizi
Penelitian dan pengembangan gizi terapan dilkaukan untuk meningkatkan kemampuan guna menghadapi tantangan dan masalah gizi terapan yang kompleks. Ruang lingkup penelitian dapat dikelompokkan berdasarkan aspek mandiri, kerjasama dengan unit lain dan instansi terkait, baik di dalam maupun di luar unit pelayanan gizi dan luar rumah sakit.
Pelayanan gizi rumah sakit merupakan bagian yang sangat vital dari sistem pelayanan paripurna terhadap pasien di rumah sakit. Menurut PERMENKES No. 26 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi, yang disebut pelayanan gizi adalah suatu upaya memperbaiki, meningkatkan gizi, makanan, dietetik masyarakat, kelompok, individu, atau klien yang merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan, pengolahan analisis, simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi, makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam kondisi sehat atau sakit. hal serupa disebutkan dalam Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit tahun 2013 bahwa pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi pasien yang semakin buruk karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi untuk perbaikan organ tubuh. Fungsi organ yang terganggu akan lebih memburuk dengan adanya penyakit dan kekurangan gizi. Selain itu, masalah gizi lebih dan obesitas erat hubungannya dengan penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan penyakit kanker, memerlukan terapi gizi untuk membantu penyembuhannya. Terapi gizi atau terapi diet adalah bagian dari perawatan penyakit atau kondisi klinis yang harus diperhatikan agar pemberiannya tidak melebihi kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme.
Masalah gizi di Rumah Sakit dinilai sesuai dengan kondisi perorangan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan. Kecenderungan peningkatan kasus penyakit yang terkait gizi (nutrition-telated disease) pada semua kelompok rentan mulai dari ibu hamil, bayi, anak, remaja, hingga lanjut usia memerlukan penatalaksanaan gizi secara khusus. Oleh karena itu, dibutuhkan pelayanan gizi yang bermutu untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal dan mempercepat penyembuhan. Upaya peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam maupun di luar rumah sakit, merupakan tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan, terutama tenaga gizi.
Mengingat pentingnya hal tersebut perlu disadari dengan sepenuhnya bahwa peranan dan fungsi dari pelayanan gizi di dalam rumah sakit sangatlah penting, baik dalam segi pelaksanaan rujukan maupun dalam melaksanakan intervensi gizi secara paripurna atau general terhadap pasien di dalam sebuah rumah sakit. Kesuksesan dari pelayanan gizi yang dilaksanakan tesebut tidak terlepas dari berbagai faktor salah satunya adalah faktor petugas gizi dalam memberikan pelayanan. Namun, sangat disayangkan pada PERMENKES NO. 3 Tahun 2020 yang baru dikeluarkan membuat polemik dikalangan tenaga gizi dimana tenaga gizi disamakan dengan pelayanan non-medik.

Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *