Fortifikasi dan Biofortikasi

  1. Pengertian dan Tujuan Fortifikasi

Fortifikasi adalah sebuah upaya yang sengaja dilakukan untuk menambahkan mikronutrien yang penting, yaitu vitamin dan mineral ke dalam makanan, sehingga dapat meningkatkan kualitas nutrisi dari pasokan makanan dan bermanfaat bagi kesehatan masyarakat dengan risiko yang minimal untuk kesehatan. (WHO, 2006).

Fortifikasi pangan merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi mikro masyarakat pada jangka menengah dan panjang. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi, dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian, fortitkasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya.

 

  1. Peran dan Contoh pada Fortifikasi

Pemerintah telah merencanakan kebijakan fortifikasi pangan tentang Gizi Pangan melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Pada pasal 35 ayat 1 menyatakan bahwa “Dalam hal terjadi kekurangan dan/atau penurunan status gizi masyarakat perlu dilakukan upaya perbaikan gizi melalui pengayaan dan/atau fortifikasi gizi pangan tertentu yang diedarkan”. Fortifikasi makanan menurut FAO/WHO adalah penambahan zat gizi makro atau  mikro pada makanan yang biasa dikonsumsi untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas gizi makanan pada total diet kelompok, komunitas, atau populasi (Helmiyati, Yuliati, Pamungkas, & Hendrata, 2018).

Di Indonesia, fortifikasi pangan masuk dalam kerangka kebijakan akselerasi perbaikan gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan. Status fortifikasi di Indonesia adalah mandatory (Martianto & Rachman, 2018). Mandatory fortification dilakukan apabila pemerintah mewajibkan secara legal produsen makanan untuk menambahkan zat gizi mikro pada makanan dengan kategori tertentu. Penentuan dan pengaturan fortifikasi tersebut diatur dan dipantau oleh pemerintah (Helmiyati, Yuliati, Pamungkas, & Hendrata, 2018). Pada masa pemerintahan Belanda tahun 1927, diwajibkan fortifikasi garam yang pada saat itu hanya dikelola oleh Perusahaan Negara (PN) Garam di Madura. Pada 1980, mulai dilakukan fortifikasi garam beriodium, MSG dengan vitamin A, dan terigu. Namun, fortifikasi MSG tidak dilanjutkan karena adanya isu dampak negatif dari MSG. Pada tahun 1994, presiden menerbitkan Keputusan Presiden No. 69 tahun 1994 tentang mewajibkan iodisasi garam.  Kemudian, fortifikasi tepung terigu juga ikut diwajibkan melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 153 tahun 2001, tentang Standar Nasional Indoneisa Tepung Terigu. Pada tahun 2012, ditetapkan SNI 7790:2012 tentang minyak goreng sawit yang difortifikasi sukarela dengan vitamin A (Martianto & Rachman, 2018).

 

  1. Pengertian dan Tujuan Biofortifikasi

Biofortifikasi diartikan sebagai proses penambahan zat-zat gizi mikro dalam suatu jenis tanaman. Melalui proses persilangan tanaman, biofortifikasi mampu menambah kandungan gizi dari tanaman secara langsung. Kandungan gizi bahan pangan dapat diperbaiki atau ditingkatkan melalui pemuliaan tanaman, baik secara konvensional maupun bioteknologi. Zat gizi yang ditambahkan pada produk biofortifikasi diantaranya adalah vitamin A, Zn, maupun Fe. Pengembangan teknologi biofortifikasi utamanya ditujukan untuk mengurangi angka gizi buruk di negara-negara berkembang.

Di Indonesia, biofortifikasi menjadi penting berkaitan dengan Anemia Gizi Besi (AGB), stunting, maupun penyakit akibat gizi kronis lainnya. Produk yang umumnya dijadikan produk biofortifikasi di Indonesia adalah beras.  Ketua tim penelliti Rice Reasearch Institute (IRRI), Dr Gerard Barry menyatakan bahwa teknologi ini dikembangkan untuk mendukung program fortifikasi pada bahan pangan yang sebelumnya telah dilakukan pada tepung dan minyak.

Beberapa tujuan dari adanya biofortifikasi ini adalah :

  • Memenuhi kebutuhan gizi masyrakat di daerah menengah ke bawah
  • Menciptakan bahan pangan yang dapat dikonsumsi bahkan sampai ke daerah yang sulit dicapai dengan harga murah
  • Menciptakan keberlanjutan dalam produk pangan (tanaman) serta ramah lingkungan.

 

  1. Peran dan Contoh pada Biofortifikasi

Cookies merupakan jenis kue kering yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dari semua kalangan. Rata-rata konsumsi kue kering di Indonesia adalah ≥ 1 kali per hari mencapai 13.4% (Kemenkes RI 2013). Menurut BSN (2011) cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan, dan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Cookies dapat dijadikan salah satu alternatif makanan selingan yang praktis dan sehat. Bahan baku pembuatan cookies yaitu tepung terigu yang berasal dari gandum. Tingginya penggunaan gandum menyebabkan impor gandum yang terus naik sedangkan gandum sendiri tidak dapat ditanam di Indonesia sehingga salah satu pemecahan masalahnya adalah dengan impor. Untuk itu penggunaan tepung alternatif menjadi pilihan salah satunya yaitu tempe. Tempe memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan dapat menjadi salah satu bahan dalam pembuatan cookies.

Tempe merupakan salah satu makanan tradisional khas Indonesia yang diketahui memiliki nilai nutrisi tinggi. Kandungan protein dalam tempe cukup tinggi dengan nilai PER (Protein Eficiency Ratio) yang hampir setara dengan kasein susu sapi dan rendah lemak (Atmojo 2007). Tempe juga termasuk produk pangan yang mudah rusak, maka dari itu diperlukan penanganan untuk memperpanjang umur simpan dari produk tempe tersebut, salah satunya dengan mengolahnya menjadi tepung tempe. Bahan lain yang berpotensi digunakan dalam produksi cookies adalah bunga rosela. Kandungan penting yang terdapat pada kelopak bunga rosela adalah pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai antioksidan, antosianin berfungsi sebagai antioksidan yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit degeneratif.

Menurut Azza et al. (2011) ekstrak kelopak bunga rosela dengan pelarut etanol dan asam sitrat 1% memiliki kadar antosianin 639 mg/100 g. Produk cookies berbahan tepung tempe dan serbuk rosela harus diformulasikan terlebih dahulu agar terbentuk karakteristik yang diinginkan. Formulasi merupakan kombinasi dari satu atau lebih bahan yang digunakan dengan tujuan untuk menambahkan keefektifan produk.

  • Peran : – Penaanggulangan malnutrisi

– Memperbaiki kualitas gizi pada masyarakat

  • Contoh : – pada Biji-bijian

 

  1. Manfaat, Kelebihan dan Kekurangan dari Biofortifikasi
  • Biofortifikasi tanaman pangan bermanfaat
    • menjadi solusi mengatasi masalah kekurangan zat gizi mikro.
    • Masalah kekurangan pro-vitamin A, zat besi, dan zinc.
    • Mencegah Malnutrisi baik mikro maupun makro
    • Mengatasi kelaparan
    • Mencegah stunting
    • Peningkatanzat gizi pada bahan pangan
    • Menguntungkan dari segi agronomi dan ekonomi sehingga dapat dikembangkan secara luas.
  • Keunggulan biofortifikasi untuk tanaman yaitu
    • meningkatnya pertumbuhan dan daya tahan terhadap gangguan hama penyakit tanaman yang berdampak pada produktivitas tanaman. Kualitas dan konsentrasi nilai gizi pada hasil tanaman yang dikonsumsi semakin bertambah.
    • biofortifikasi dapat dilakukan dalam jangka panjang
    • biaya yang relatip efisien
    • mudah untuk dilakukan.
    • Dapat meningkatkan zat mikro pangan, sejak pembudidayaan tanaman.
    • Murah dan terjangkau bagi masyarakat menegah kebawah
    • Mudah dilakukan
    • Dapat meningkatkan produksi pangan kaya mineral dan mengurangi defisiensi mineral keragaman menu yang dikonsumsi akan mengurangi defisiensi mineral.
    • Kekurangan biofortifikasi yaitu :
      • dapat mencemari lingkungan apabila diaplikasikan dengan kurang tepat.
      • belum banyak diteliti keamanan pangan hasil biofortifikasi terhadap kesehatan manusia.

    Pangan hasil biofortifikasi belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat. Oleh karena itu, perlu pemberian wawasan kepada masyarakat guna meningkatkan ketersediaan dan pentingnya mengkonsumsi pangan bergizi tinggi.

    Sumber            :

    http://farmasi.ums.ac.id/content/artikel/20080412/htm.

    WHO and Agriculture Organization of the United Nations . 2006. Guidelines on food fortification with micronutrients

    Bappenas. 2019. Fortifikasi pangan upaya turunkan stunting dan tingkatkan kualitas SDM Indonesia. Kementerian PPN.

    Helmiyati, S., Yuliati, E., Pamungkas, N. P., & Hendrata, N. Y. (2018). Fortifikasi Pangan Berbasis Sumberdaya Nusantara. Yogyakarta: UGM Press.

    Martianto, D., & Rachman, T. P. (2018, Mei 23). Retrieved from gizi.depkes.go.id

    http://www.biotek.lipi.go.id/index.php/seputar-p2biotek/481-biofortifikasi-tanaman-pangan-upaya-pencegahan-malnutrisi  (6 Des 2019)

    Howarth E. Bouis, Christine Hotz, Bonnie McClafferty,  J. V. Meenakshi, Wolfgang H. Pfeiffer. 2011. Biofortification: A New Tool to Reduce Micronutrient Malnutrition. https://doi.org/10.1177/15648265110321S105.

    Atmojo LD. 2007. Pengaruh subtitusi tepung tempe dan penggunaan minyak goreng terhadap kualitas organoleptik dan nilai gizi bolu kukus. [Skripsi].Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang.

    Azza A, Ferial M., Esmat A. 2011. Physico-chemical properties of natural pigmens (anthocyanin) extracted from roselle calyces (Hibiscus sabdariffa). Journal Of American Science. 7(7): 445-456.

    [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 01-2973-2011. Biskuit. Jakarta (ID): Badan Standar Nasional

    Kemenkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) Indonesia. 2013. Jakarta (ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

    https://www.insidevoa.com/

    https://www.grain.org/ind/article/6292-apa-yang-salah-dari-tanaman-biofortifikasipertarungan-untuk-solusi-gizi-buruk-yang-sejati-telah-dimulai

    https://tabloidsinartani.com/detail/indeks/tekno-lingkungan/8258-Biofortifikasi-Beras-Mungkinkah

    http://www.biotek.lipi.go.id/index.php/seputar-p2biotek/481-biofortifikasi-tanaman-pangan-upaya-pencegahan-malnutrisi

    http://farming.id/biofortifikasi-solusi-malnutrisi-dunia/

    Indrasari, Dewi, Siti. Kristamtini. 2018. Biofortifikasi Mineral dan Fe Pada Beras: Perbaikan Mutu Gizi Bahan Pangan Melalui Pemuliaan  Tanaman. Yogyakarta.  J.Litbang. Vol.37.No.1.

Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *