Gizi Optimal untuk Generasi Milenial

Pendahuluan

Generasi milenial adalah mereka yang dilahirkan antara tahun 1980-2000. Salah satu ciri utama generasi milenial ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Karena dibesarkan oleh kemajuan teknologi, generasi milenial memiliki ciri-ciri kreatif, informatif, mempunyai passion dan produktif (Kotz, 2016). Selain itu, generasi Y ini mempunyai karakter komunikasi yang terbuka, pengguna media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi, serta lebih  terlihat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekitarnya. Pada tahun 2020, tahun dimulainya bonus demografi, generasi milenial berada pada rentang usia 20 tahum hingga 40 tahun. Usia tersebut adalah usia produktif yang akan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Tiga tahun sebelum era tersebut terjadi (2017), jumlah generasi milenial sudah dominan dibanding generasi lainnya. Menurut Susenas 2017, jumlah generasi milenial mencapai sekitar 88 juta atau 33,75% dari total penduduk Indonesia, lebih besar dari generasi sebelumnya seperti generasi X (25,74%), maupun generasi generasi baby boom + veteran (11,27%). Demikian juga dengan generasi Z baru mencapai sekitar 2,23% (Badan pusat statistik, 2018).

Namun menilik pada sisi kesehatan, permasalahan kesehatan pada era milenial dapat dijabarkan diantaranya sebagai berikut :

  • Obesitas

Faktor penyebab obesitas pada generasi milenial bersifat multifaktorial. Peningkatan konsumsi makanan cepat saji (fast food), rendahnya aktivitas fisik, faktor genetik, pengaruh media dan iklan, faktor psikologis, status sosial ekonomi, usia, dan jenis kelamin merupakan faktor-faktor yang berkontribusi pada perubahan keseimbangan energi dan berujung pada kejadian obesitas. Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional menunjukkan  angka kenaikan obesitas pada setiap perideonya. Sampai tahun 2018, terdapat sebanyak 35,4% kasus kelebihan gizi yang terdiri dari 13,6% kategori berat badan lebih dan 21,8% kategori obesitas pada usia >18 tahun. Obesitas bukan hanya masalah kelebihan berat badan tetapi dapat meningkatkan risiko berbagai macam penyakit serius diantaranya penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, hiperkolesterolemia, stroke, diabetes tipe 2, lemak darah abnormal, kanker, osteoarthritis dan penyakit gout, sleep apnea, masalah reproduksi, dan batu empedu. Selain itu, adanya dampak sosial seperti pandangan dari segi keindahan, yang menyangkut penampilan, kecantikan dan keserasian tubuh serta berpengaruh secara tidak langsung terhadap konsekuensi ekonomi.

  • Anemia

Merupakan masalah gizi di dunia, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Secara global menurut WHO, angka kejadian anemia pada remaja putri di negara berkembang sekitar 27%. Adapun prevalensi anemia pada wanita ³15 tahun di Indonesia meningkat dari 37,1% di tahun 2013 menjadi 48,9% di tahun 2018 dengan proporsi tertinggi terdapat pada kelompok umur 15-24 tahun, lalu diikuti oleh proporsi umur 25-34 tahun. Padahal kesehatan wanita usia subur (WUS) yang terdiri dari remaja dan ibu hamil ini sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan, terutama dalam upaya mencetak kualitas generasi penerus di masa depan. Selain itu, gejala anemia seperti lemas dan cepat lelah dapat mengganggu produktifitas pada generasi milenial. Apabila anemia tidak ditangani dengan baik, maka akan mengarah kepada progresivitas penyakit yang lebih serius yaitu gangguan irama jantung (aritma) dan gagal jantung. Pada ibu hamil juga dapat menyebabkan komplikasi kehamilan antara lain melahirkan prematur dan bayi terlahir dengan berat badan rendah.

  • Kekurangan Energi Kronis (KEK)

KEK adalah masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan asupan makanan dalam waktu yang cukup lama, bahkan sampai hitungan tahun. Kurangnya asupan energi yang berasal dari zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) maupun zat gizi mikro terutama vitamin A, vitamin D, asam folat, zat besi, seng, kalsium dan iodium serta zat gizi mikro lain pada wanita usia subur yang berkelanjutan (remaja sampai masa kehamilan), mengakibatkan terjadinya kurang energi kronik (KEK) pada masa kehamilan, yang diawali dengan kejadian ‘risiko’ KEK dan ditandai oleh rendahnya cadangan energi dalam jangka waktu cukup lama yang diukur dengan lingkar lengan atas (LiLA). Menurut Riskesdas 2018, proporsi KEK pada Wanita Usia Subur (WUS) di Indonesia sebesar 31,8% yang terdiri dari 17,3% waita tidak hamil dan 14,5% terjadi pada wanita hamil, dan sekitar 15 provinsi memiliki persentase di atas rata-rata nasional. Jika gizi remaja putri sebagai calon ibu hamil tidak diperbaiki, maka di masa yang akan berkontribusi terhadap peningkatan prevalensi stunting di Indonesia.

  • Penyakit tidak menular lainnya, seperti hipertensi (34,1%), diabetes melitus (10,9%), stroke (7%), penyakit sendi (7,3%), asma (2,4%), ginjal kronis (2%), penyakit jantung (1,5%), dan kanker (1,4%) yang kian kemari semakin mengancam usia muda.

 

Dari permasalahan kesehatan diatas dapat menjadi gambaran bahwa saat ini Indonesia mengalami triple burden of disease karena disamping tingginya permasalahan kelebihan gizi, juga kekurangan zat gizi makro maupun mikro. Selain itu, permasalahan kesehatan terkait penyakit menular seperti ISPA (9,3%), pneumonia (2%), TB paru (0,4%), diare (6,8%), hepatitis (0,4%), malaria (0,4%) dan filariasis (0,8%) juga belum sepenuhnya teratasi dan harus tetap mendapat perhatian kesehatan.  Hal ini merupakan ancaman besar bagi negara, karena akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia ke depannya.

 

Pentingnya Gizi Optimal untuk Generasi Milenial

Menurut KBBI, optimal artinya terbaik, tertinggi, atau paling menguntungkan. Dari sudut pandang ilmu gizi, gizi optimal bisa didapatkan dengan menerapkan gizi seimbang. Adapun gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi (Kemenkes RI, 2014: 3).

Pada dasarnya, penemenuhan gizi seimbang bukan hanya untuk generasi milenial saja, tetapi diperlukan dalam setiap siklus-daur kehidupan. Tahapan daur atau siklus kehidupan terdiri dari masa kehamilan, masa menyusui, masa bayi, masa balita, masa usia sekolah, masa remaja, masa usia dewasa dan masa usia lanjut. Pendekatan siklus atau daur kehidupan ini penting diperhatikan karena kondisi kesehatan pada suatu tahap dapat dipengaruhi oleh tahap sebelumnya. Pentingnya pemenuhan pangan gizi tertuang dalam berbagai macam peraturan dan dasar hukum diantaranya Undang Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 36 pasal 141 dan 142 tahun 2009 Tentang Kesehatan berisi mengenai upaya untuk melakukan perbaikan atau peningkatan mutu gizi perseorangan dan masyarakat pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia.

Perhatian khusus pentingnya gizi optimal untuk generasi milenial salah satunya karena gizi tidak hanya dikaitkan dengan kesehatan tubuh, melainkan lebih luas lagi terkait dengan produktivitas kerja dan potensi ekonomi. Sedangkan generasi milenial ini yang akan memegang kendali atas roda pembangunan bangsa yang diharapkan mampu membawa Indonesia menuju ke arah pembangunan yang lebih maju dan dinamis dalam segala aspek. Maka dari itu, generasi milenial dituntut untuk selalu sehat, kreatif, dan produktif salah satunya melalui gizi yang optimal.

Langkah Strategis Pemerintah sebagai Upaya untuk Mendapatkan Gizi Optimal

Dilansir dari SUN Movement Annual Progress Report 2017, langkah strategis pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk mendapatkan gizi optimal yaitu:

  1. Berupaya untuk Mengintegrasikan Berbagai Pihak

Pemerintah meluncurkan instruksi Presiden No. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Gerakan ini dilakukan dengan pendekatan multi-sektoral yang melibatkan 18 kementerian dan lembaga. Germas juga selaras dan mendukung implementasi SUN-Movement di Indonesia.

  1. Memastikan Kebijakan dan Kerangka Hukum yang Koheren

Kementerian Pertanian dan Perencanaan Pembangunan Nasional saat ini menyusun Keputusan Presiden tentang Strategi kebijakan untuk pangan dan gizi, yaitu Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG). Pada Rapat Kerja Tahunan (RKP) 2017 pemerintah menyoroti percepatan gizi sebagai prioritas nasional. Di bulan November 2016 juga Menteri Kesehatan mengeluarkan Peratran Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pemberian Sponsor untuk profesional kesehatan oleh perusahaan kesehatan

  1. Menyeleraskan Tindakan dari Kerangka Hasil Umum

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan RKP disalin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)  dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) oleh pemerintah daerah di provinsi dan kabupaten. Pada bulan Maret 2017, Bappenas meluncurkan Roadmap untuk SUN-Movement 2017-2019. Pada tahun 2017, pemerintah melakukan tinjauan tengah semester RPJMN 2015-2019 untuk dievaluasi pencapaian dari rencana target. Selanjutnya, pemantauan dan evaluasi RANPG dilakukan setiap tahun sebagai bagian dari pemantauan bersama.

  1. Pembiayaan dan Upaya Mobilisasi Sumber Daya

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan RPJM 2015-2019 memastikan mobilisasi sumber daya untuk perbaikan gizi. Kementerian Keuangan juga telah berkomitmen untuk meningkatkan alokasi anggaran termasuk untuk program perbaikan gizi. kementerian Kesehatan telah meningkatkan alokasi anggaran untuk progam gizi spesifik dari 1,17 triliun pada tahun 2016 menjadi 1,2 triliun pada 2017. Alokasi dan komitmen anggaran untuk memeastikan kemanana pangan di daerah pedesaan juga meningkat dari 6,7 milyar (100 desa) menjadi 7,4 milyar (2.100 desa).

Bentuk konkrit dari 4 hal diatas diantaranya berupa:

  • Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam Rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK)
  • Melalukan intervensi kesehatan (spesifik), meliputi imunisasi, PMT ibu hamil dan balita, monitoring pertumbuhan balita di Posyandu, suplementasi tablet besi folat ibu hamil, promosi ASI Eksklusif, dan MP-ASI tepat jumlah dan jenis.
  • Pemerintah Indonesia melakukan intensifikasi pencegahan dan penanggulangan anemia pada rematri dan WUS dengan memprioritaskan pemberian tablet tambah daerah (TTD) melalui institusi sekolah.

Tantangan, Hambatan dan Peluang Mendapatkan  Gizi Optimal untuk Generasi Milenial

Untuk mendapatkan gizi yang optimal, terlebih pada era milenial tidak terlepas dari tantangan dan hambatan serta peluang. Beberapa aspek yang dapat dilihat seperti terkait dengan gaya hidup, sumber daya manusia, tingkat pengetahuan, akses dan mutu pelayanan kesehatan serta ketahanan pangan. Tantangan dan hambatan tersebut diantaranya:

  1. Keinginan untuk makan makanan praktis dan enak seringkali menjadikan para generasi  milenial cenderung memilih makanan junkfood yang cenderung tinggi kalori, tinggi garam, tinggi gula, tinggi lemak, dan atau rendah serat, ditambah dengan semakin maraknya industri kuliner terkait yang gencar melakukan promosi dengan menawarkan harga potongan dan cashback yang menarik serta tempat yang disebutnya “instagramable.
  2. Mobilitas/tingkat kesibukan masyarakat yang semakin tinggi terlebih di daerah perkotaan membuat mereka kesulitan untuk memanagemen pola makan dan pola hidup sehat seperti tidak suka sarapan, sering makan di luar rumah, stres berkepanjangan, sering bergadang dan kurang aktivitas fisik.
  3. Di sisi lain, kemudahan yang didapat dari teknologi untuk melakukan aktifitas sehari-hari yang menjawab setiap kebutuhan para milenial membuat gaya hidup sedentari atau dalam kata lain malas bergerak. Akibatnya juga membuat seseorang minim melakukan aktifitas fisik. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip keseimbangan energi dan dapat berujung pada percepatan kemunculan penyakit degeneratif pada generasi milenial.
  4. Masih terdapatnya ketimpangan penduduk usia kerja antara di daerah perkotaan dengan pedesaan, termasuk tenaga kesehatan khususnya di bidang gizi. Hal ini dapat disebabkan karena upaya pemerintah dalam distribusi tenaga kesehatan yang belum merata termasuk minimnya upah nakes yang diterima di pedalaman.
  5. Adanya stereotif masyarakat tentang gizi, banyak dari masyarakat yang menyebutkan bahwa gizi adalah suatu barang yang mahal.
  6. Kurangnya pengetahuan mengenai gizi seimbang sehingga menimbulkan pola makan/diet yang keliru pada generasi milenial seperti contohnya tidak dapat memperkirakan kebutuhan tubuh sehingga menjadikan mereka makan dalam porsi yang kurang/melebihi kebutuhannya. Selain itu, banyak yang sudah paham mengenai pola hidup sehat namun kurangnya komitmen dalam menerapkanya.
  7. Akses pelayanan kesehatan masyarakat belum merata. Jangkauan akses bukan hanya merujuk pada jarak tetapi juga keterjangkauan perihal jumlah fasilitas kesehatan (seperti Puskesmas dan rumah sakit), biaya pengobatan, dan peralatan medis. Menurut data Kemenkes 2019, rasio jumlah Puskesmas di setiap kecamatan di Papua sebesar 0,7. Artinya belum semua kecamatan di Papua memiliki Puskesmas. Sementara DKI Jakarta memiliki rasio 7,3 Puskesmas di setiap kecamatan. Padahal Undang – undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 5 menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Puskesmas merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif di suatu wilayah kerja.
  8. Masih ada faskes yang kekurangan tenaga medis seperti tidak terdapat ahli gizi, yang pada akhirnya tugas ahli gizi dibebankan kepada tenaga kesehatan yang lain. Padahal pemeritah melalui Kementerian Kesehatan sudah mencantumkan standar pelayanan kesehatan minimum.
  9. Tantangan dari segi ketahanan pangan muncul dari dua sisi sekaligus yang saling menguatkan tingkat kesulitannya, yaitu dari sisi supply (penawaran, pasokan) dan sisi demand (permintaan, kebutuhan) yang bersikap kurang aktif. Sebagai contoh, faktor import dan ekspor barang yang mana harus melalui tahapan pengecekan yang sangat baik, belum lagi jika ada pangan yang tidak bisa diterima, baik itu dari komposisi, maupun dari keadaan suatu bahan. Jadi sebagai milenial yang memperoleh pelatihan maupun ilmu mengenai hal pangan baik segi gizi maupun keamanan, dapat melakukan pengecekan dengan kritis maupun teliti dan juga dapat menghimbau masyarakat dalam hal pemenuhan kebutuhan maupun melakukan penawaran, permintaan dan lain-lain.
  10. Generasi milenial harus pandai dalam memilah, atau menyaring terkait isu-isu mengenai ketahanan pangan. Contohnya seperti kejelasan halal dan haram suatu produk.
  11. Masih kurangnya kepedulian terhadap ketahanan pangan, sebagai contoh masih adanya pengabaian kandungan makanan yang dimakan, serta kurangnya teliti dalam membaca kadaluarsa atau expired makanan.

Adapun peluang untuk mendapatkan gizi optimal pada generasi milenial diantaranya:

  1. Kecenderungan yang tinggi terhadap teknologi. Menurut data BPS 2018, tingkat penggunaan teknologi pada generasi milenial sangat tinggi, yaitu rata-rata pengguna ponsel sebesar 91,61% dan penggunan internet sebesar 56,40%. Hal ini dapat menjadi peluang besar untuk melakukan propaganda di sosial media yang mereka digunakan sebagai alat komunikasi dan pusat informasi. Propaganda tersebut misalnya berupa konten yang mengiformasikan dan menunjukkan pola makan serta pola hidup sehat sehingga sedikit demi sedikit merubah cara pandang dan merubah budaya serta cara hidup yang salah. Selain itu, ketika mengalami gejala sakit tertentu atau sekedar ingin mengatahui informasi kesehatan, generasi milenial biasanya akan mencari tahu pertama kali melalui internet sebelum pergi berkosultasi ke tenaga kesehatan. Selain mencari informasi,  dengan kemudahan teknologi yang ada generasi milenial dapat memanfaatkan konsultasi kesehatan melalui platform-platform kesehatan online.
  2. Generasi milenial lebih berpendidikan tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Dibuktikan dengan angka melek huruf yang hampir mendekati 100% dan rata rata lama sekolah generasi milenial yang lebih lama dibandingkan generasi sebelumnya (Badan Pusat Statistik, 2018). Dengan capaian pada bidang pendidikan ini membuat masyarakat lebih terbuka terhadap informasi dan tentunya pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang karena dengan adanya peningkatan pengetahuan maka diharapkan akan terjadi perubahan perilaku yang lebih baik terhadap gizi dan kesehatan.
  3. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Indonesia semakin meningkat. Dari 85,2 pada tahun 2015 meningkat menjadi 86,0 pada tahun 2016 dan meningkat lagi menjadi 90,4 pada tahun 2017. Skor ini menunjukkan keberagaman konsumsi pangan masyarakat yang semakin baik.
  4. Menurut BKKBN, Indonesia akan mengalami bonus demografi pada rentang waktu 2020-2030. Bonus demografi yang akan terjadi satu kali dalam perjalanan sebuah bangsa ini ditandai dengan jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) mencapai sekitar 70%. Persentase ini akan semakin ideal begitu memasuki masa puncak antara tahun 2028-2030. Hal ini sebanding dengan tenaga gizi yang semakin banyak. Pengoptimalan konsumsi pangan yang berkualitas juga dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan relasi antara ahli gizi dengan orang-orang yang mahir dalam bidang lain seperti agribisnis, dan pangan.

Peran Tenaga Gizi dalam Upaya Mencapai Gizi Optimal Untuk Generasi Milenial

Tenaga gizi berperan penting dalam memberikan pelayanan prima terhadap kondisi nutrisi/ status gizi masyarakat. Pelayanan gizi diberikan agar masyarakat dalam lingkup individu maupun kelompok dapat mencapai kondisi yang optimal dalam memenuhi kebutuhan gizinya. Melalui berbagai teknis penyelenggaraan, saat ini tenaga gizi dapat berperan dalam berbagai lini kehidupan. Beberapa poin peran tenaga gizi dalam mencapai gizi optimal untuk generasi milenial diantaranya adalah:

  • Meningkatkan distribusi pengetahuan untuk membangun pemahaman publik tentang gizi melalui kegiatan langsung (seperti penyuluhan, edukasi, konseling) maupun melalui media yang masif digunakan oleh generasi milenial yang dikemas dengan menarik dan inovatif.
  • Dalam bidang food service, tenaga gizi berperan dalam menyediakan makanan yang sehat, memenuhi kebutuhan gizi, dan diminati oleh generasi milenial.
  • Mengadakan pelatihan, pendidikan, penelitian, dan pengembangan pelayanan gizi serta menggerakan pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kompetensi.
  • Berintegrasi dengan sesama profesi gizi maupun dengan profesi lain untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, termasuk berperan dalam kondisi darurat seperti bencana yang menimpa suatu daerah.
  • Meluaskan cakrawala dalam bidang yang lain, namun dengan visi yang sama untuk memperbaiki gizi masyarakat, contohnya dengan menjadi seorang wirausahawan, pemangku kebijakan, dan entertainer.

Peran Mahasiswa Gizi sebagai Generasi Milenial untuk Turut Berkontribusi dalam Pencapaian Gizi Optimal

Di dalam PP No. 30 tentang Pendidikan Tinggi disebutkan bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu, yaitu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian. Dengan demikian, mahasiswa adalah anggota dari masyarakat tertentu yang merupakan “elit” intelektual degan tanggung jawab terhadap ilmu dan masyarakat yang melekat pada dirinya, sesuai dengan “tridarma” lembaga tempat ia bernaung.

Adapun, dalam pandangan masyarakat, mahasiswa dalam bentuk individu maupun kelompok dipandang sebagai kalangan akademisi dan generasi penerus bangsa yang menjadi harapan untuk masa depan yang lebih baik. Berbicara mengenai peran mahasiswa, terlepas dari fokus pendidikannya, mahasiswa memiliki 3 fungsi dasar dan utama, yaitu sebagai berikut :

  • Social control, yaitu mahasiswa sebagai pengawal kebijakan dan peraturan pemerintah. Mahasiswa juga dapat berperan sebagai penyalur aspirasi masyarakat kepada pemerintah atau penguasa, terlebih suara mahasiswa kerap kali merepresetasikan dan mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat. Sikap idealisme mendorong mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi dengan cara mereka sendiri.
  • Agent of change, yaitu mahasiswa sebagai agen perubahan dengan merealisasikan teori yang dipelajarinya di kampus. Mahasiswa juga harus berpikir kritis terhadap suatu masalah dan sekaligus dapat menberikan solusi.
  • Iron stock, yaitu mahasiswa sebagai aset cadangan bangsa untuk melakukan perubahan. Sebagai golongan muda pasti ada waktunya untuk menggantikan golongan tua, baik pada organisasi maupun pemerintahan. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa sudah seharusnya mempersiapka diri dan mempunyai mental baja yaitu mental yang tidak mudah menyerah.

Selain itu, sebagai mahasiswa gizi yang lebih spesifik, tentunya memiliki peranan khusus terhadap isu gizi yang berkembang di masyarakat. Adapun peran mahasiswa gizi sebagai generasi milenial untuk ikut serta mencapai gizi optimal diantaranya :

  • Menjadi role model bagi masyarakat dan membangun personal branding yang baik, artinya mahasiswa gizi harus menjadi teladan dalam menerapkan gaya hidup sehat sehingga ilmu yang didapatkan bukan sekedar dipahami tetapi diterapkan secara langsung dan menjadi contoh bagi lingkungan sekitarnya.
  • Terus memperdalam bidang keilmuan terlebih terhadap kompetensi khusus yang tidak dimiliki oleh profesi lain serta tidak dapat digantikan perannya oleh peralatan/media digital.
  • Mengoptimalkan peran media sosial dalam memberikan informasi/edukasi gizi kepada masyarakat atau dalam mempropagandakan isu-isu gizi.
  • Peka dan tanggap terhadap permasalahan gizi yang terjadi, misalnya ketika terjadi bencana di suatu daerah, mahasiswa gizi dapat turun langsung ke tempat perkara untuk membantu para korban bencana. Dalam hal ini, mahasiswa gizi harus berintegrasi dengan pihak lain yang menunjang bantuan untuk masyarakat.
  • Berperan aktif dalam komunitas atau organisasi bidang kesehatan khususnya bidang gizi untuk meningkatkan hardskill dan softskill di bidang gizi serta menjadi sarana untuk lebih bermanfaat bagi orang lain.

 

Pentingnya Momentum Hari Gizi Nasional

Hari Gizi Nasional pertama kali diperingati pada sekitar pertengahan tahun 1960 oleh Lembaga Makanan Rakyat (LMR) yang diketuai oleh Prof. Poerwo Soedarmo yang disebut sebagai Bapak Gizi Indonesia. Awalnya, kegiatan tersebut untuk memperingati dimulainya pengkaderan tenaga gizi di Indonesia serta berdirinya Sekolah Juru Penerang Makanan pada tanggal 25 Januari 1951. Kemudian kegiatan tersebut kembali dilanjutkan oleh Direktorat Gizi Indonesia pada tahun 1970-an sampai sekarang.

Makna peringatan Hari Gizi Nasional yang dilakukan setiap tahunnya adalah untuk mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia betapa pentingnya mencukupi kebutuhan gizi untuk menunjang pertumbuhan tubuh dan kesehatan kita sebagai manusia. Jika dulu kita mengenal istilah “4 Sehat 5 Sempurna”, kini slogan tersebut telah disempurnakan menjadi Pedoman Gizi Seimbang (PGS), mengacu pada “Nutrition Guide for Balanced Diet” yang merupakan hasil kesepakatan Konferensi Pangan Sedunia yang dilakukan pada tahun 1992. Beberapa poin yang harus diperhatikan agar kebutuhan gizi bisa terpenuhi antara lain adalah: konsumsi makanan yang beragam, biasakan perilaku hidup bersih, olahraga atau lakukan aktivitas fisik dan tetap memantau berat badan agar sesuai Indeks Massa Tubuh (IMT). Dalam memperingati hari gizi nasional, banyak kegiatan yang bisa dilakukan seperti penyuluhan kesehatan, pemeriksaan status gizi, bazar makanan sehat, jalan sehat, senam bersama, talkshow gizi, dan bakti sosial dengan harapan dapat menyadarkan masyarakat betapa pentingnya gizi bagi kehidupan.

Peringatan HGN tahun 2020 yang mengusung tema ”Gizi Optimal Untuk Generasi Milenial” ini juga merupakan momentum penting dalam menggalang kepedulian dan meningkatkan kerja sama dari pemangku kepentingan termasuk masyarakat dan unsur pemerintah. Upaya bersama berbagai pemangku kepentingan ini dilakukan sesuai peran dan fungsinya masing-masing dengan mengutamakan komitmen, kampanye, konvergensi program, edukasi, akses pangan bergizi dan monitoring program sehingga sumber daya manusia yang sehat, cerdas dan tangguh demi terwujudnya bangsa yang sehat dan berprestasi.

DAFTAR PUSTAKA

https://pergizi.org/peraturan-pemerintah-tentang-gizi-dan-pangan/

http://promkes.kemkes.go.id/germas

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/GIZI-DALAM-DAUR-KEHIDUPAN-FINAL-SC.pdf?opwvc=1

Machfoedy I dan Suryani S. 2007. Pendidikan Kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Fitramaya.

Purwasiti dan Yunasittir. 2008. Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan Pangan:   Ketahanan Pangan: Situasi, permasalahan dan Kebijakan dan PEM, Pemberdaayan Masyarkat.  Surakarta. Universitas Sebelas Maret. Vol.9. No1

Suryana, Achmad. 2014. Menuju Ketahanan Pangan Indonesia Berkelanjutan 2025: Tantangan dan Penangananya. Bogor. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Vol.32. No.2

Kurdanti, weni dkk. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Obesitas pada Remaja. Yogyakarta: Jurnal Gizi Klinik Indonesia Vol 11 No 4 (2015).

Kotz, P.E. 2016. Reaching the Milenial Generation in The Classroom. Universal Journal of Educational Research. 4(5), 1163-1166.

Mahan, L. Kathleen dan Janice L. Raymond. 2017. Krause’s Food and The Nutrition Care Process, Fourteenth Edition: Medical Nutrition Therapy for Anaemia. St. Louis, Missouri: Elsevier

Kementerian Kesehatan RI. 2017. “Joint Assessment Model Evaluasi Bersama Untuk Percepatan Perbaikan Gizi“. Jakarta: Warta Kesmas.

Sulistiyanto, A. dkk. 2017. Peran Petugas Gizi dalam Memberikan Pelayanan Asuhan Gizi pada Pasien Rawat Inap. Semarang: Unnes Journal of Public Health, 6(2), 75-83.

National Chamber Foundation (NCF). 2017. The Milenial Generation Research Review.

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2018. Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia. Jakarta: Kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Badan Pusat Statistik.

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Tahun 2017. Kementerian Kesehatan RI .

Republika.co.id. (23 Juli 2018). Alasan Generasi Milenial Cenderung Mudah Alami Obesitas. Diakses Januari 11, 2020 dari https://m.republika.co.id/amp/pcakxn284.

Kompasiana.com. (3 November 2017). Antara Generasi Milenial Gaya Hidup Sehat dan Bebas Pegal. Diakses Januari 11, 2020 dari https://www.kompasiana.com/achmadd/59fc1b791774da547d596315/?page=all

Advertisements

1 thought on “Gizi Optimal untuk Generasi Milenial”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *