Oleh : Dhea Marliana Salsabila, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Pendahuluan
Kebiasaan berolahraga sudah terbukti memiliki banyak manfaat bagi tubuh dan kesehatan, seperti menjaga berat badan ideal, meningkatkan massa jenis mineral tulang, serta meningkatkan daya tahan kardiorespirasi yang menjadi indikator kebugaran. Kebiasaan olahraga dan pola makan yang baik merupakan dua hal yang penting yang berpengaruh terhadap tingkat kebugaran.
Selain itu, kebiasaan olahraga berpengaruh terhadap peningkatan massa otot yang dipengaruhi oleh tingkat kecukupan energi dan protein, yaitu tingkat kecukupan energi dan protein yang defisit menyebabkan penurunan massa otot pada subjek.
Sepakbola merupakan salah satu jenis olahraga yang bersifat dinamis, yaitu selalu bersifat aerobik dan mampu meningkatkan aliran darah sehingga sangat menunjang pemeliharaan jantung dan sistem pernapasan.
Metode
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu desain peneltian yang dilakukan pada satu waktu tanpa tindak lanjut untuk mengetahui antara variabel dependen dan variabel indepeden. Penelitian ini dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor pada bulan Oktober 2013 hingga Februari 2014. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 50 mahasiswa, terdiri dari 25 mahasiswa kelompok UKM Sepakbola dan 25 mahasiswa kelompok non-UKM Sepakbola. Mahasiswa kelompok non-UKM adalah mahasiswa yang tidak memiliki kebiasaan olahraga secara rutin.
Data dalam penelitian ini merupakan data primer, terdiri dari karakteristik subjek, antropometri berat dan tinggi badan, konsumsi pangan, aktivitas fisik, kebiasaan olahraga, massa otot, dan jarak tempuh tes lari.
Analisis statistik yang digunakan yaitu uji beda Mann Whitney dan uji korelasi Pearson dan Spearman. Uji beda dilakukan untuk menganalisis perbedaan variabel pada subjek kelompok UKM dan non-UKM. Uji korelasi dilakukan untuk menganalisis hubungan antara asupan energi-protein dengan daya tahan kardiorespirasi dan massa otot serta antara frekuensi olahraga dengan daya tahan kardiorespirasi dan massa otot.
Hasil
Status gizi subjek umumnya adalah normal, baik pada kelompok UKM (100%) maupun non-UKM (78%). Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein subjek kelompok UKM lebih tinggi dan berbeda signifikan dibandingkan kelompok non-UKM (p<0.05). Aktivitas fisik yang lebih tinggi pada kelompok UKM diduga menjadi faktor pendorong subjek mengonsumsi pangan lebih banyak karena tingkat kebutuhan energi yang menjadi tinggi. Hasil penelitian Turner et al. (2010) menunjukkan bahwa pengeluaran energi yang lebih tinggi selama aktivitas fisik yang berat meningkatkan kebutuhan asupan energi.
Kemudian untuk rata-rata frekuensi olahraga kelompok UKM lebih tinggi dan berbeda signifikan (p<0.05) dibandingkan kelompok non-UKM (4 kali/minggu berbanding 1.2 kali/minggu). Secara rata-rata daya tahan kardiorespirasi kelompok UKM (40.1 ml O2/kg BB/menit) lebih tinggi dan berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok non-UKM (36.2 ml O2/kg BB/menit).
Rata-rata massa otot kedua kelompok hampir sama, yaitu sekitar 28 kg. Menurut Wiarto (2013), latihan yang bersifat ketahanan akan meningkatkan potensi oksidatif otot sedangkan latihan yang bersifat kekuatan dapat meningkatkan diameter miofibrilar otot. Ukuran otot yang besar dapat meningkatkan kekuatan yang besar dalam jangka pendek, tetapi tidak cukup berpengaruh terhadap ketahanan (jangka panjang). Sepakbola merupakan olahraga yang lebih bersifat ketahanan, yaitu dilakukan dalam waktu cukup lama (2×45 menit) bukan jenis olahraga kekuatan.
Pembahasan
Sebagian besar subjek dengan tingkat kecukupan energi normal memiliki daya tahan kardiorespirasi cukup (45.4%), sedangkan pada tingkat kecukupan energi defisit berat memiliki daya tahan kardiorespirasi yang kurang (38.4%). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan daya tahan kardiorespirasi.
Hal yang sama juga terjadi pada tingkat kecukupan protein. Subjek dengan tingkat kecukupan protein defisit cenderung memiliki daya tahan kardiorespirasi yang kurang dan cukup, sementara subjek dengan tingkat kecukupan protein normal cenderung memiliki daya tahan kardiorespirasi yang cukup dan baik. Hasil uji hubungan Spearman menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan daya tahan kardiorespirasi (p<0.05; r=0.365).
Terdapat subjek dengan tingkat kecukupan defisit energi maupun protein berat dan sedang tetapi memiliki massa otot kategori sedang, bahkan tinggi. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara tingkat kecukupan energi maupun protein dengan massa otot (p>0.05). Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Kerksick et al. (2006) yang menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi dan protein yang defisit menyebabkan penurunan massa otot subjek.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa frekuensi olahraga berhubungan nyata positif dengan daya tahan kardiorespirasi (p=0.004, r=0.395). Hasil ini sejalan dengan penelitian Cox et al. (2004) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan daya tahan kardiorespirasi pada kelompok laki-laki dewasa yang melakukan olahraga secara rutin dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini berarti semakin seseorang rutin berolahraga maka daya tahan kardiorespirasinya akan semakin baik.
Seperti halnya kaitan kecukupan energi dengan massa otot, tidak terlihat kecenderungan yang konsisten antara kebiasaan olahraga dengan massa otot. Hasil uji korelasi Spearman antara massa otot dengan kebiasaan olahraga menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0.05). Hal tersebut diduga karena adaptasi otot pada aktivitas olahraga sepakbola yang merupakan olahraga ketahanan belum mencukupi untuk dapat meningkatkan massa otot. Menurut Wiarto (2013) peningkatan massa otot lebih mudah terjadi pada aktivitas olahraga yang bersifat kekuatan.
Kesimpulan
Tingkat kecukupan energi dan protein, frekuensi olahraga, dan daya tahan kardiorespirasi pada kelompok UKM lebih tinggi dibandingkan kelompok non-UKM. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi olahraga, serta tingkat kecukupan energi dan protein dengan daya tahan kardiorespirasi (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas olahraga yang lebih tinggi menjadikan kebutuhan konsumsi pangan juga menjadi meningkat, dan fungsi kerja jantung dan paru (kardiorespirasi) menjadi lebih tinggi.
Hasil uji korelasi antara asupan energi dan frekuensi olahraga tidak terdapat hubungan signifikan dengan massa otot tubuh (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa asupan energi, asupan protein dan frekuensi olahraga, khususnya sepakbola, pada subjek penelitian ini belum dapat meningkatkan massa otot tubuh.
Daftar Pustaka
Putra, Rangga Nuansa dan Leily Amalia. 2014. Hubungan Asupan Energi Protein dan Frekuensi Olah Raga dengan Daya Tahan Kardiorespirasi dan Massa Otot Pada Mahasiswa IPB. Jurnal Gizi dan Pangan: 9(1): 29-34.