Oleh : Ladyamayu Pinasti – Universitas Darussalam Gotor
PENDAHULUAN
Stunting adalah masalah gizi utama yang masih banyak terjadi di Indonesia. Stunting sangat berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat karena sangat berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan kemampuan anak. Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya stunting. Status gizi orang tua, terutama status gizi ibu sangat berkatan dengan kejadian anak pendek.
Ditinjau dari masalah kesehatan dan gizi, balita adalah periode emas dalam kehidupan anak yang dicirikan oleh pertumbuhan dan perkembangan berlangsung pesat serta rentan terhadap kekurangan gizi. Anak usia balita membutuhkan asupan gizi per kilogram berat badan relatif lebih banyak dan memadai dibanding usia lain guna mendukung optimalnya pertumbuhan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan tinggi badan ibu, status gizi dan gizi anak balita.
METODE
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian payung yang berjudul “Masalah dan Solusi Stunting Akibat Kurang Gizi Kronis Wilayah Pedesaan”. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Lokasi penelitian di Desa Betulawang, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Penelitian ini dilaksanakan bulan Desember 2013–Februari 2014.
Populasi adalah seluruh anak usia dibawah lima tahun (balita) di wilayah Kabupaten Cianjur, responden penelitian yaitu ibu dari anak balita yang menjadi subjek. Anak balita yang dipilih menjadi subjek adalah anak yang termasuk ke dalam kriteria inklusi.
Variabel yang diteliti meliputi sosial ekonomi keluarga, karakteristik anak balita dan ibunya seta asupan gizi anak. Pengumpulan data tersebut dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner, pengukuran antropometri dan food recall 1×24 jam.
Pengolahan data meliputi editing, cleaning dan analisis data menggunakan Microsoft Excel 2010 dan SPSS versi 16,0 for Windows. Sebelum analisis dilakukan uji normalitas dilakukan menggunakan kolmogorov-Smirnov test. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Pearson untuk menganalisis hubungan antara tinggi badan ibu, tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi (TB/U) anak balita.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Subjek penelitian ini berumur 6-59 bulan. Secara keseluruhan, proporsi umur anak tersebar hampir merata dengan terbanyak pada umur 48-59 bulan (22.2%). Hasil penelitian ini menunjukkan anak stunting lebih banyak berumur 48-59 bulan (29.8%) sedangkan anak normal lebih banyak berumur 6-11 bulan (37.2%).
Tabel 1 Sebaran Karakteristik dan Status Gizi Anak Balita
Karakteristik Anak | Stunting | Normal | Total | |||
n | % | N | % | N | % | |
Umur: | ||||||
6—11 bulan12—23 bulan
24—35 bulan 36—47 bulan 48—59 bulan Total |
29
12 10 14 47 |
4.319.2
25.4 21.3 29.8 100 |
169
6 6 6 43 |
37.220.8
14 14 14 100 |
1818
18 16 20 90 |
20.020.0
20.0 17.8 22.2 100 |
Rata-rata ± SD | 37±14.5 | 24±16.3 | 30.5±16.6 | |||
Jenis Kelamin: | ||||||
Laki-lakiPerempuan
Total |
2621
47 |
55.344.7
100 |
1825
43 |
41.958.1
100 |
4446
90 |
48.951.1
100 |
Hal ini mengindikasikan bertambahnya umur anak, maka akan semakin jauh dari pertumbuhan linier normal. Kondisi ini diduga disebabkan oleh semakin tinggi usia anak maka kebutuhan energi dan zat gizi juga semakin meningkat. Pertumbuhan anak semakin menyimpang dari normal dengan bertambahnya umur jika penyediaan makanan (kuantitas maupun kualitas) tidak memadai.
Sebagian besar ibu anak (67.8%) tergolong pendek. Anak stunting (74.5%) lebih banyak memiliki ibu yang pendek daripada anak normal (60.5%).
Tabel 2 Sebaran Karakteristik Ibu dan Status Gizi Anak Balita
Karakteristik Ibu |
Stunting |
Normal |
Total |
|||
n |
% | n | % | n | % | |
Tinggi Badan: | ||||||
Pendek (<150 cm) |
35 |
74.5 | 17 | 60.5 | 61 |
67.8 |
Normal (≥150 cm) |
12 |
25.5 | 26 | 39.5 | 29 |
32.2 |
Rata-rata ± SD |
147.6±3.6 |
149.3±5.7 |
148.4±4.8 |
|||
Pendidikan: | ||||||
Tidak sekolah |
0 |
0 | 1 | 2.3 | 1 |
1.1 |
SD |
33 |
70.2 | 34 | 79.1 | 67 |
74.5 |
SMP |
10 | 21.3 | 8 | 18.6 | 18 | 20.0 |
SMA |
3 | 6.4 | 0 | 0 | 3 |
3.3 |
PT |
1 |
2.1 | 0 | 0 | 1 |
1.1 |
Pekerjaan: | ||||||
Tidak bekerja |
36 |
76.6 |
35 | 81.4 | 71 |
79.0 |
Buruh tani/kebun |
5 |
10.6 | 5 | 11.6 | 10 |
11.1 |
Buruh lainnya |
1 |
2.1 | 0 | 0.0 | 1 |
1.1 |
Pedagang |
3 |
6.5 | 0 | 0.0 | 3 |
3.3 |
Petani |
1 |
2.1 | 0 | 0.0 | 1 |
1.1 |
Wiraswasta |
0 |
0 | 2 | 2.2 | 2 |
2.2 |
Guru TK |
1 |
2.1 | 1 | 1.1 | 2 |
2.2 |
Pengetahuan gizi: | ||||||
Kurang (<60%) |
3 |
6.4 | 7 | 16.3 | 10 |
11.1 |
Sedang (60—80%) |
26 |
55.3 | 19 | 44.2 | 45 |
50.0 |
Baik (>80%) |
18 |
38.3 | 17 | 39.5 | 35 |
38.9 |
Rata-rata ± SD | 79.2±14.4 | 78.6±17.9 |
78.9±16.2 |
Berdasarkan rata-rata skor pengetahuan gizi, ibu anak stunting cenderung lebih baik daripada ibu anak normal. Kondisi ini diduga karena ibu anak stunting (6.9±2.4 tahun) memiliki rata-rata lama pendidikan relatif lebih tinggi daripada ibu anak normal (6.1±1.8 tahun). Akan tetapi, tingkat pengetahuan gizi yang baik lebih banyak dimiliki oleh ibu anak normal (39.5%) dibandingkan ibu anak stunting (38.3%).
Menurut hasil uji korelasi Pearson, didapatkan hasil bahwa :
- Tidak ada hubungan yang signifikan (p>0.05, r=0.562) antara tinggi badan ibu dengan status gizi (TB/U) anak. Hal ini diduga karena ibu pendek akibat patologis atau kekurangan zat gizi bukan karena kelainan gen dalam kromosom.
- Tidak ada hubungan signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi balita (p>0.05; r=-0.123). Hal ini diduga karena tingkat kecukupan energi yang diperoleh hanya menggambarkan keadaan konsumsi anak sekarang, sementara status gizi anak sekarang merupakan akumulasi dari kebiasaan makan terdahulu, sehingga konsumsi hanya pada hari tertentu tidak langsung memengaruhi status gizinya.
- terdapat hubungan negatif antara kecukupan protein de-ngan status gizi balita (p<0.05; r=-0.223). Hasil ini diduga karena penggunaan protein tersebut belum memadai dan efisien untuk proses pertumbuhan linier.
KESIMPULAN
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi badan ibu dan tingkat kecukupan energi dengan status gizi. Namun, terdapat hubungan negatif antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi anak balita. Sosial ekonomi keluarga antara anak stunting dan normal tidak jauh berbeda. Tingkat kecukupan energi dan protein anak normal masih tergolong defisit berat. Kondisi ini membuat perlu dilakukan intervensi terutama berupa peningkatan konsumsi kepada anak normal yang umur mereka lebih muda dibandingkan anak stunting agar tidak menjadi stunting kedepannya.
Sumber:
Hanum F, Khomsan A, Heryatno Y. 2014. Hubungan asupan gizi dan tinggi badan ibu dengan status gizi anak balita. Jurnal Gizi dan Pangan 9(1): 1-6. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.