KAJIAN TRIPLE BURDEN OF MALNUTRITION
Oleh:
Departemen Isu dan Advokasi ILMAGI 2020-2021
A. Pengertian dan Situasi Triple Burden of Malnutrition
Triple burden of malnutrition atau tiga beban malnutrisi merupakan suatu kondisi yang mengacu pada kekurangan, kelebihan, dan ketidakseimbangan asupan gizi. Istilah malnutrisi mencakup kelompok kondisi yang luas diantaranya yaitu kurang gizi yang mencakup stunting/kerdil (tinggi badan rendah menurut usia), wasting/kurus (berat badan rendah menurut tinggi badan), underweight/kekurangan berat badan (berat badan rendah menurut usia) dan defisiensi atau insufisiensi mikronutrien (kekurangan vitamin dan mineral penting). Adapun yang lainnya adalah kelebihan berat badan, obesitas, dan penyakit tidak menular yang berhungan dengan pola makan (seperti penyakit jantung, stroke, dan kanker) (WHO, 2020).
Secara global, masalah ini sangat mempengaruhi tingkat kesehatan setiap negara. Pada orang dewasa, sekitar 1,9 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami kelebihan berat badan, sementara 462 juta kekurangan berat badan. Adapun pada anak-anak diperkirakan sebanyak 41 juta anak di bawah usia 5 tahun mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, sementara sekitar 159 juta anak mengalami stunting dan 50 juta anak mengalami wasting. Disamping itu, yang menambah beban ini terdapat 528 juta atau 29% wanita usia subur di seluruh dunia mengalami anemia (WHO, 2020). Di Indonesia sendiri, sebanyak 30,8% balita mengalami stunting (pendek dan sangat pendek),10,2% balita mengalami wasting (kurus dan sangat kurus), 35,4% orang dewasa memiliki stastus gizi lebih (overweight dan obesitas), dan sebanyak 48,5% ibu hamil mengalami anemia (Riskesdas, 2018).
Beban ganda malnutrisi dapat terjadi akibat konsumsi pangan yang tidak cukup dan kerawanan pangan, beban penyakit, akses terhadap pelayanan kesehatan, dan lingkungan yang tidak mendukung, praktik pemberian makan dan pengasuhan yang tidak adekuat, serta akar masalah dan isu yang terkait seperti kemiskinan dan ketidakmerataan, tren demografi dan urbanisasi, desentralisasi, gender, kepercayaan dan praktik budaya, dan keadaan darurat (Bappenas, 2019).
B. Dampak Triple Burden of Malnutrition
Kondisi balita stunting dapat berdampak terhadap penurunan produktifitas saat usia muda, dan meningkatkan risiko terkena penyakit tidak menular saat dewasa (The World Bank, 2015). Adapun wasting dapat menyebabkan menurunnya kecerdasan, produktifitas, kreatifitas, kualitas SDM, serta meningkatkan risiko kematian anak (Hendrayati, 2013). Selain itu, dampak obesitas diantaranya menyebabkan kondisi sindrom metabolik, diabetes melitus tipe II, penyakit ginjal, penyakit jantung, penyakit liver, dislipidemia, dan lain-lain (NHLBI, 2018). Sementara anemia (terlebih pada ibu hamil) dapat meningkatkan risiko kehamilan abortus, prematur, gangguan proses persalinan (perdarahan), gangguan masa nifas (kurangnya daya tahan terhadap infeksi dan stres, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, cacat bawaan, BBLR, kematian perinatal, dll) (Irianto, 2014)..
Masalah gizi bersifat kompleks dan saling terkait, dapat terjadi mulai sebelum kelahiran sampai dapat menjadi sikus. Ibu yang mengalami berat badan kurang cenderung melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Berat badan berlebih dan obesitas pada ibu juga meningkatkan risiko kematian bayi. Sementara bayi BBLR cenderung mengalami kekurangan gizi pada masa kanak-kanak. Kekurangan gizi dan kegemukan selama masa kanak-kanak dikaitkan dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas. Kurang gizi dapat menyebabkan kematian balita dan meningkatkan resiko penyakit menular seperti diare dan infeksi saluran pernapasan akut. Pada saat yang sama, anak yang gemuk cenderung tumbuh menjadi orang dewasa yang mengalami berat badan berlebih dan mengalami penyakit tidak menular yang berkaitan dengan pola makan seperti diabetes tipe dan penyakit kardiovaskular. Remaja putri yang mengalami malnutrisi lebih rentan untuk menjadi wanita dewasa yang juga terkena malnutrisi dan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. dan diwariskan ke generasi selanjutnya. Dengan demikian, ia akan mewariskan masalah gizi dari satu generasi ke generasi berikutnya (Bappenas, 2019).
Selain dampak kerugian dalam bidang kesehatan, malnurisi juga menghambat pembangunan manusia, mengakibatkan kemiskinan intergenerasi, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Stunting dan kekurangan gizi lainnya diperkirakan merugikan Indonesia lebih dari US$ 5 miliar per tahun atau setara dengan hilangnya 2-3% dalam produk domestik bruto karena kehilangan produktivitas sebagai akibat dari standar pendidikan yang buruk dan berkurangnya kemampuan fisik Kerugian juga akan lebih besar jika obesitas dan kelebihan berat badan serta penyakit tidak menular diperhitungkan.(Bappenas, 2019).
C. Percepatan Perbaikan Gizi sebagai Strategi Mencapai Target RPJMN 2020-2024 :
Percepatan perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu strategi yang diterapkan dalam RPJMN tahun 2020-2024. Percepatan perbaikan gizi dilaksanakan dengan:
- Percepatan penurunan stunting dengan peningkatan efektivitas intervensi spesifik, perluasan dan penajaman intervensi sensitive secara terintegrasi
- Peningkatan intervensi yang bersifat life saving dengan didukung data yang kuat termasuk fortifikasi dan pemberian multiple micronutrient
- Respon cepat perbaikan gizi dalam kondisi darurat.
D. Ancaman Pandemi terhadap Peningkatan Prevalensi Triple Burden of Malnutrition
Pandemi COVID-19 berpotensi meningkatkan kejadian triple burden of malnutrition. Hal ini dapat disebabkan akibat beberapa kondisi seperti:
- Terjadi goncangan ekonomi masyarakat (tingginya angka PHK, meningkatnya jumlah pengangguran, dan angka kemiskinan) yang dapat menurunkan akses masyarakat terhadap pangan
- Pembatasan layanan kesehatan.
- Kurangnya pendidikan, informasi dan kepedulian terhadap pemenuhan gizi seimbang
- Faktor lain seperti minimnya ketersediaan air bersih, meningkatnya angka urbanisasi, terjadinya bencana alam, dll (Pkemensos.go.id, 2021).
E. Tantangan dalam Optimalisasi Program Gizi (Khususnya dalam Pemenuhan Pangan) di Masa Pandemi
Berdasarkan studi literatur dan pengkajian internal yang dilakukan ILMAGI, berikut beberapa tantangan dalam mengoptimalkan program gizi khususnya yang terkait pemenuhan pangan masyakarat di masa pandemi:
- Menyelaraskan program gizi dengan program bantuan COVID-19
Dikutip dari laman Kompas.com (26/08/2020), terdapat 7 bantuan yang diterima masyarakat selama masa pandemi COVID, yaitu bantuan sembako, bantuan sosial tunai, BLT dana desa, listrik gratis, kartu prakerja, subsidi gaji karyawan, dan BLT usaha mikro kecil. Tantangan bagi para pemangku kebijakan adalah selain bantuan tersebut tepat sasaran, juga perlu dipastikan bantuan tersebut dapat digunakan sebagaimana mestinya oleh penerima serta tidak hanya bertujuan untuk menanggulangi masalah ekonomi akibat pandemi COVID-19, melainkan juga diselaraskan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan masalah gizi. Seperti misalnya dengan cara penandatanganan syarat dan ketentuan dan adanya pemberian edukasi kepada masyarakat.
- Kepercayaan diri dan konsistensi tenaga gizi dan kesehatan untuk berinovasi sesuai dengan situasi dan kondisi daerah
Dikutip dari laman UNICEF Indonesia (2020), seorang tenaga gizi di Klaten, Jawa Tengah mengatakan bahwa “Tantangan terbesar adalah meyakinkan diri kita sendiri untuk terus melakukan pekerjaan. Tidak mudah bagi kita untuk menghalau ketakutan yang ada“. Ditengah pandemi COVID-19, upaya perbaikan gizi di Indonesia harus tetap menjadi prioritas. Dengan adanya skema Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan protokol kesehatan menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga gizi untuk melakukan inovasi yang berbasis bukti agar tujuan dan indikator program gizi dapat tercapai.
- Partisipasi dan pemberdayaan masyarakat
Misalnya melakukan pemberdayaan kepada masyarakat untuk mampu menerapkan pekarangan pangan lestari guna memenuhi kebutuhan gizi. Namun dalam melakukan pemberdayaan kepada masyakarat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Menurut Candarmaweni dan Rahayu (2020), terdapat 5 faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan program pemberdayaan masyarakat yaitu (1) perencanaan dan sosialisasi (2) pendampingan dan pemberian motivasi kepada kelompok sasaran, (3) pelatihan pemanfaatan hasil pekarangan mendukung diversifikasi konsumsi pangan, (4) monitoring dan evaluasi pelaksanaan program dan dampaknya, serta (5) pentingnya aspek promosi dan pemasaran.
F. Saran dan Rekomendasi ILMAGI
- Rekomendasi untuk pemerintah/stackholder terkait :
- Menyelaraskan program percepatan dan penaggulangan COVID-19 dengan program perbaikan gizi
- Membuat kebijakan dan kampanye yang dapat mendorong masyarakat untuk konsumsi makanan lebih beragam dan berasal dari pangan lokal
- Menjaga stabilitas harga pangan terutama di daerah rawan.
- Menerapkan prinsi gizi dalam bantuan pangan atau mengembangkan pangan bersubsidi.
- Rekomendasi untuk tenaga gizi :
- Terus berinovasi sesuai dengan situasi dan kondisi daerah yang menitikberatkan pada aspek pemberdayaan masyarakat
- Mengaplikasikan program/metode/produk yang telah teruji secara penelitian
- Menjadi role model bagi masyarakat
- Rekomendasi untuk akademisi :
- Mengembangkan program edukasi gizi yang efektif
- Melakukan penelitian inovasi produk yang bermanfaat bagi penurunan prevalensi triple burden of malnutrition
- Membantu praktisi untuk turun di lapangan secara langsung
- Rekomendasi untuk masyarakat :
- Berpartisipasi aktif dalam program-program yang dilaksanakan
- Meningkatkan pengetahuan mengenai gizi seimbang
- Lebih memanfaatkan pangan lokal dalam memenuhi kebutuhan zat gizi sehari-hari.
Referensi :
Candarmaweni dan Amy Yayuk Sri Rahayu. 2020. Tantangan Pencegahan Stunting Pada Era Adaptasi Baru “New Normal” Melalui Pemberdayaan Masyarakat Di Kabupaten Pandeglang. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI Vol. 09, No. 03.
Hendrayati, Amir, A, Darmawati. 2013. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Wasting pada Anak Balita di Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Media Gizi Pangan, Vol. XV, Edisi 1. hal.56-61.
Irianto, Koes. 2014. Gizi Seimbang dalam Kesehatan Reproduksi (Balanced Nutrition in Reproductive Health).Bandung: ALFABETA.
Kementerian PPN/Bappenas. 2019. Kajian Sektor Kesehatan : Pembangunan Gizi di Indonesia. Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan.
Kompas.com. 2020. “Ada 7 Bantuan Pemerintah Selama Pandemi Covid-19, Berikut Rinciannya. https://nasional.kompas.com/read/2020/08/26/09222471/ada-7-bantuan-pemerintah-selama-pandemi-covid-19-berikut-rinciannya?page=all
NHLBI. 2018. Overweight and Obesity.
Pusat Penyuluhan Sosial. 2021. Urgensi Penanganan Stunting dan Obesitas di Era Pandemi COVID-19. https://puspensos.kemensos.go.id/urgensi-penanganan-stunting-dan-obesitas-di-era-pandemi-covid-19
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI.
The World Bank. 2015. Beban Ganda Malnutrisi bagi Indonesia.
UNICEF. 2020. Mempertahankan pelayanan gizi selama pandemi COVID-19 : Tenaga gizi di Klaten terus memberikan pelayanan gizi yang penting untuk menjaga anak-anak tetap sehat dan bergizi baik. https://www.unicef.org/indonesia/id/coronavirus/cerita/mempertahankan-pelayanan-gizi-selama-pandemi-covid-19
WHO. 2020. Malnutrition. https://www.who.int/news-room/q-a-detail/malnutrition
Ok