Data hasil sensus pertanian yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2013, menunjukkan telah terjadi penurunan produksi petani dari 31,17 juta pada 2003 menjadi 26,13 juta pada 2013 atau turun 1,75 persen per tahunnya (republika.co.id). Hal tersebut yang menyebabkan naiknya harga serta ketidakcukupan pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri hingga yang disebut sebagai negara agrararis dan maritim yang seharusnya memiliki kondisi agroekologis nusantara cocok untuk budi daya semua bahan pangan tersebut harus mengimpor. Tercatat Indonesia mengimpor sekitar 2,5 juta ton beras/tahun (terbesar di dunia); 2 juta ton gula/tahun (terbesar ke dua); 1,2 juta ton kedelai/tahun; 1,3 juta ton jagung/tahun; 5 juta ton gandum/tahun dan 550.000 ekor/tahun.
Berbagai kebijakan pertanian dan pangan selama ini tengah dikembangkan dan diimplementasikan melalui aneka program. Meski demikian berita tentang rawan pangan tidak juga hilang begitu saja. Sedemikian banyaknya proyek-proyek tentang ketahanan pangan, namun masih saja tidak mampu menjangkau semua kelompok masyarakat. Hal ini bisa disebabkan oleh
tingginya tingkat kerentanan masyarakat di suatu wilayah.
Fenomena rawan pangan yang terus terjadi ditengah maraknya aneka program pemerintah, mestinya menjadi salah satu momentum untuk mawas diri. Menjamin ketahanan pangan masyarakat yang tersebar di Nusantara dengan aneka kondisinya, tidak bisa dilakukan melalui sebuah paket program yang masif. Kebijakan terkait ketahanan pangan, meskipun terbuka untuk dimodifikasi dengan mengakomodasi keragaman, namun perangkat pelaksanaannya masih serupa.Untuk menggerakkan kelembagaan pangan, diperlukan kepedulian yang dalam tentang hak atas pangan bagi seluruh lapisan masyarakatnya. Kelembagaan pangan dapat berkelanjutan melebihi umur proyek yang selama ini dikembangkan oleh pemerintah. Artinya, kelembagaan pangan dibentuk atas kesadaran masyarakat untuk menjamin ketersediaan pangan dalam kualitas dan kuantitasyang memadai, sehingga selama masyarakat perlu pangan, kelembagaan pangan akan tetap hidup.
Mendorong keberlanjutan kelembagaan pangan, dapat dimulai dari berbagai sisi atau berbagai aktor. Tahapan yang lebih penting adalah pasca inisiasi program, siapa dan darimana aktor-aktor penggerak sistem pangan, sehingga mampu menjaga dinamika dan irama sistem pangan tetap hidup. Kelembagaan pangan sebisa mungkin berasal dari dalam masyarakat sendiri, dan digerakkan oleh aktor atau kader-kader penggerak dari kalangan masyarakat sendiri. Hal ini didasari dengan adanya UU Nomor 7 Tahun 1996 yang diperbaharui ke dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang menjelaskan konsep ketahanan pangan, komponen, serta para pihak yang harus berperan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Secara umum UU tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat wajib mewujudkan ketahanan pangan.
Meskipun kebijakan telah banyak dilakukan namun aplikasi kebijakan pemerintah terkait masalah pemenuhan kebutuhan gizi masih belum sesuai harapan, masih banyak warna negara yang kekurangan bahan pangan yang
belum tersentuh aparat pemerintah.Salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan.
Oleh karena itu hendaknya pemerintah lebih serius lagi dalam menangani kasus kurang gizi yang terjadi di masyarakat karena masalah kurang gizi ini adalah permasalahan yang paling mendasar bagi keberlangsungan suatu bangsa.hendaknya masyarakat senantiasa menambah pengetahuannya mengenai pentingnya gizi cukup serta hendaknya mahasiswa senantiasa meningkatkan kepekaannya terhadap masalah-masalah yang berkembang dimasyarakat dan senantiasa berupaya menemukan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut.