Menjadi Pelaku Gizi Seimbang!

oleh: Rahmi Dzulhijjah – Ilmu Gizi. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul – Jakarta Barat

Modal dasar dalam pembangunan bangsa yang maju adalah adanya Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Untuk memperoleh SDM yang berkualitas ini telah pula dikembangkan sebagaimana yang didiktum dalam visi pembangunan kesehatan di negeri kita yaitu “Indonesia Sehat 2010”. Terlebih, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia ialah faktor kesehatan dan faktor gizi, kedua faktor ini penting karena orang tidak dapat mengembangkan kapasitasnya secara maksimal apabila yang bersangkutan tidak memiliki status kesehatan dan gizi yang optimal (Depkes RI, 2001).

Berdasarkan hasil Riskesdas 2010 menunjukan status gizi anak sekolah kategori kurus terjadi pada 12,2 % (6-12 tahun) dan 10,1 % pada remaja (13-15 tahun). Pemerintah memang telah mencanangkan bahkan telah membuat program-program untuk meningkatkan kualitas derajat kesehatan dan gizi yang baik. Pada era tahun 1950 Bapak gizi kita, Pof. Dr. Poerwo Soedarmo mencetuskan slogan “4S5S” 4 sehat 5 sempurna yang menggiring masyarakat untuk bisa memahami dan mengerti akan makna “sehat” dan “tercukupi kebutuhan gizinya”. “Sehat” yang mengajarkan masyarakat bahwa dengan mengkonsumsi 4 kelompok bahan makanan karbohidrat, lauk pauk protein, sayuran dan buah-buahan tubuh akan menjadi sehat dan bergizi. Dalam slogan ini susu sebagai point penyempurna untuk mendapatkan gizi yang tercukupi.

Namun kemudian, terlihatlah makna ideal dari anak-anak sehat yang gizinya tercukupi itu adalah mengkonsumsi 4 kelompok makanan ini beserta susu sebagai penyempurnanya. Padahal jika kita melihat dataran lapangan misalnya, variasi masyarakat yang masih banyak terdiri dari kalangan menengah ke bawah justru menjadi sebuah kekhawatiran, apakah susu sebagai penyempurna akan tercapai untuk kebutuhan anak-anak mereka? Apakah susu masih menjadi point penyempurna dalam mendapatkan gizi yang sehat? Tampaknya, susu sebagai ide yang briliant sebagai penyempura 4S5S (Empat Sehat Lima Sempurna) ini kurang sesuai dengan kondisi zaman yang sedang tarik ulur dalam kondisi kemiskinan yang masih melanda negara kita. Lantas, mampukah masyarakat mengikuti perkembangan yang konon disebut program gizi ini.

 

Terobosan Gizi Masa Kini

Zaman mulai berubah dengan adanya teknologi modern yang sudah mulai dikembangkan. Seyogyanya paradigma masyarakat sudah tidak terbatas pada susu sebagai penyempurna namun diganti dengan paradigma dan pengetahuan bahwa aturan-aturan yang berkaitan dengan pola makan dan hidup sesuai dengan usia sudah menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Seiring dengan perkembangan ini maka konsep 4S5S telah bergesar dan digantikan dengan slogan “Gizi Seimbang” . Dengan adanya kekurangan yang ada pada slogan 4S5S maka slogan “Gizi Seimbang” ini mulai melejit terdengar. Dengan adanya slogan ini konsep gizi yang semulanya kurang mengalami perkembangan yang jauh lebih baik dibanding dengan tempo dulu. Konsep gizi seimbang menghadirkan beberapa hal terkait dengan variasi makan yang beraneka ragam, aktivitas fisik yang teratur, masalah hygienitas baik itu dari makanan maupun subjeknya bahkan memantau berat badan ideal pun telah disusun sebagai konten dari konsep Gizi seimbang.

Menurut Depkes RI pada tahun 2008, Gizi Seimbang pada masyarakat dapat berperan dalam pencapain tujuan Millenium depelopment Goals (MDGs) diantaranya adalah menurunnya KEP pada kelompok usia 6-19 tahun meningkat dari 30,5 % pada tahun 1955 menjadi 29 %. Survei kesehatan Rumah Tangga Indonesia (2007) menemukan bahwa prevalensi gizi kurang sebesar 22,5 % dan gizi buruk sebesar 8,5% sedangkan data susenas menunjukkan prevalensi gizi kurang 19,8% dan gizi buruk 6,3% dan hal ini menjadi satu point penting yang dapat kita garis bawahi bahwa konsep Gizi Seimbang dapat membantu dan menurunkan tingkat masalah gizi di Negeri kita.

 

Duta Besar Pelaku Gizi Seimbang

Meski kita ketahui bersama bahwa masalah gizi tidak hanya dipengaruhi satu hal saja tapi oleh banyak faktor dan begitu kompleks. Maka dari itu jadikan setiap pribadi kita “PGS (Pelaku Gizi Seimbang ! ) . Jangan dibayangkan menjadi “Pelaku Gizi Seimbang” adalah melakukan hal-hal yang berat dan rumit tapi menjadi seorang Pelaku Gizi Seimbang sangatlah mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja dalam kehidupan sehari-hari. Hal paling mudah yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah gaya hidup diri sendiri seperti pola makan, aktifitas dan perilaku hidup bersih. Misalnya mulailah makan dengan memvariasikan makanan. Pada dasarnya makanan yang kita konsumsi tidaklah harus mahal namun mencukupi kebutuhan gizi tubuh sebagaimana yang kita tahu mengenai “triguna” dalam gizi seimbang seperti sumber zat pembangun, sumber zat pangatur serta sumber energi.

Triguna dalam gizi seimbang ini terkait mengenai variasi makanan dari sumber zat pembangun seperti makanan- makanan yang mengandung protein baik itu nabati maupun hewani. Contoh yang paling bisa masyarakat konsumsi ialah seperti tahu tempe dari golongan nabati. Tidak hanya itu saja, belut yang merupakan hewan asal kampung pun bisa dikonsumsi dan secara gizi kadar protein nya tidak kalah dengan ayam maupun daging yang lainnya. Berbeda dengan makanan sumber zat pengatur, sayuran hijau dan berwarna “mekuji” (merah kuning hijau) pun dapat dikonsumsi dengan tak lupa memperhatikan teknik memasaknya agar vitamin dan mineral yang seharusnya dibutuhkan tidak terbuang begitu saja. Kita bisa memanfaatkan air hasil rebusan sayuran tadi sebagai “air kuah” untuk dicampur dalam adonan bahan makanan misalnya. Selain itu makanan sumber energi bagi tubuh yaitu golongan makanan yang mengandung karbohidrat seperti nasi, roti dan jagung semua ini bisa digantikan dengan makanan karbo alternatif seperti ubi kayu, singkong, bahkan kentang sekalipun bisa digunakan sebagai sumber energi. Dengan adanya modifikasi menu masakan dan modifikasi teknik memasak bahan – bahan ini dapat kita sulap sedemikian rupa menjadi makanan yang semulanya biasa menjadi luar biasa.

Di zaman modern saat ini khususnya dikota-kota besar, padatnya aktifitas sering kali orang melupakan olahraga. Jika hal ini berlangsung terus menerus dikhawatiran menjadi penyebab tubuh mengalami obesitas. Padahal untuk mencapai tubuh yang sehat diperlukannya aktiftas fisik, dalam konteks ini ialah berolahraga secara teratur. Kita bisa memulainya dengan jalan kaki 4-6 x dalam seminggu selama kurang lebih 30 menit atau misalnya dengan berjalan sebanayak 10.000 langkah setiap hari yang diketahui dapat membakar 400 kalori dalam 10.000 langkahnya. Menurut International Symposium of Physiology and exercise Physiology, gerak badan yang rutin dan terencana bisa mencegah sekaligus mengatasi penyakit degenaratif seperti stroke, tekanan darah tinggi serta jantung. Jaga dan pantaulah berat badan yang sesuai dengan tinggi badan dan bentuk tubuh kita !

Disamping itu pokok yang membutuhkan perhatian khusus ialah mengenai perilaku hidup bersih baik dari hygienitas makanan ataupun perilaku hidup diri sendiri. Jika kedua hal ini dilupakan maka tak ada artinya kita makan dengan makanan variasi dan aktifitas teratur namun tetap mengalami “kondisi sakit” akibat dari kontaminasi bakteri ataupun virus. Sehingga biasakanlah mulai dari sekarang untuk menerapkan konsep PHBS dalam setiap pribadi kita. Mulailah untuk memperhatikan kebersihan diri, misalnya dengan rajin memotong kuku dan membersihkan sela-selanya, atau dengan hal yang terkecil sekalipun yaitu mencuci tangan sebelum hendak makan.

Sebetulnya sikap “Kemauan” dibutuhkan dalam mengawali kebiasaan ini. Selain itu juga dibutuhkan untuk kesedian diri memberikan masukan kepada orang di sekitar kita apa tujuan dan manfaat menjadi seorang “Pelaku Gizi Seimbang”. Karena generasi kita akan lebih baik jika mau proaktif terhadap pola hidup diri sendiri. Dimana kita dituntut untuk memiliki sikap peduli dan mau mengaplikasikannya dalam tindakan yang nyata. Karena kesadaran untuk hidup sehat saat ini merupakan awal dari sebuah kehidupan yang baik pula dimasa yang akan datang. Sudah seharusnya kita memulai untuk menjadi seorang “Pelaku Gizi Seimbang ! ”. Karena kita sekarang adalah apa yang kita makan kemarin..

 

Referensi:

  • Riset kesesehatan dasar, 2010
  • Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008
  • International Symposium of Physiology and exercise Physiology, 2008
Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *