MENYELAMI BENCANA ALAM DENGAN GIZI BENCANA

  • DEFINISI GIZI BENCANA

Bencana adalah sebuah peristiwa yang terjadi secara mendadak serta perlahan tetapi berlanjut yang memberikan dampak terhadap pola kehidupan normal atau kerusakan ekosistem sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban yaitu manusia dan lingkungannya. Dalam hal ini sangat diperlukan tenaga kesehatan khususnya ahli gizi. Ahli gizi dibutuhkan dalam pemenuhan gizi dan kesehatan serta, memberikan pertolongan berupa pemberian asupan/nutrisi atau makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi korban/masyarakat yang berada di area bencana. Selama pemulihan pasca bencana, ahli gizi memberikan sosialisasi serta orientasi dan menyediakan bahan pangan yang dapat dikonsumsi korban bencana untuk mengurangi risiko yang timbul pasca bencana. Terdapat peraturan-peraturan pemerintah yang mengatur tentang gizi bencana serta peran kita sebagai ahli gizi dalam membina dan membantu korban di daerah bencana. Menurut Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2014 Pasal 5 berbunyi:

  1. Menyusun dan menetapkan kebijakan bidang gizi
  2. Melakukan koordinasi, fasilitasi, dan evaluasi surveilans kewaspadaan gizi skala nasional
  3. Melakukan penanggulangan gizi buruk skala nasional
  4. Mengatur, membina, dan mengawasi pelaksaan urusan wajib
  5. Mengupayakan pemenuhan kecukupan dan perbaikan gizi pada keluarga miskin, rawan gizi, dan dalam situasi darurat.

Dalam hal ini situasi darurat yang dimaksud lebih merujuk kepada keadaan atau kondisi yang dapat menimbulkan risiko langsung terhadap kesehatan, keamanan, atau lingkungan daerah tersebut. TerdapatĀ  beberapa kelompok yang diprioritaskan seperti ibu hamil, lansia, ibu menyusui, dan anak-anak maupun balita.

  • PERMASALAHAN YANG TERJADI PADA DAERAH BENCANA

Dalam penanganan di daerah terkena bencana dan terisolir, banyak terdapat beberapa permasalahan yang terjadi, seperti:

  1. ketersediaan dan pasokan air bersih yang minim ke daerah yang terdampak bencana
  2. Akses dalam penyaluran bantuan sulit dijangkau
  3. Ketersedian bahan pangan dalam keadaan darurat sangat minim untuk memenuhi kebutuhan energi dan gizi masyarakat terdampak bencana
  4. Bantuan pangan dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati masa kadaluarsa, tidak terdapat label keterangan halal
  5. Kurangnya pengetahuan dalam penyampaian makanan buatan lokal khususnya untuk bayi dan balita
  6. Melimpahnya bantuan susu formula bayi dan botol susu, menurut WHO ( World Health Organization) jika pemberian susu formula yang berlebihan kepada bayi akan mengakibatkan bayi menjadi diare.
  7. Bantuan terlambat dan tidak berkesinambungan, maksudnya adalah daerah yang terdampak bencana diaanggap sudah mampu dan siap dalam mengatasi kehidupan masyarakat sehingga bantuan dari pusat tidak diberikan lagi, dan penyebaran bantuan tidaklah merata sampai ke daerah yang terisolir.
  • SOLUSI SERTA PENANGANAN MASALAH DI DAERAH BENCANA

Setiap suatu masalah pasti memiliki solusi yang dapat meyelesaikan masalah tersebut. Seperti hal nya permasalahan yang timbul pada daerah yang terkena bencana yang mana cukup sulit dalam mendapatkan penanganan. Berikut beberapa solusi yang dilakukan:

  1. Air bersih harus segera disalurkan, karena air merupakan aspek vital dalam kehidupan
  2. Pembukaan akses dan penanggulangan bencana harus sigap dan tanggap
  3. Setiap daerah harus mempunyai lumbung penyimpanan makanan yang aman bebas dari hama agar sewaktu terjadi bencana pada daerah tersebut segera bisa digunakan oleh masyarakat.

 

Selain solusi penanganan yang dilakukan diatas terdapat penanganan lain yang dilakuan di daerah yang terisolir yang dilakukan pada pasca bencana. Berikut adalah beberapa penanganan yang dilakukan saat situasi bencana dan pasca bencana:

  1. Kegiatan pra bencana dilakukan sebagai antisipasi dan mengurangi risiko dampak bencana. Kegiatannya anatara lain sosisalisasi dan pelatihan petugas, seperti manajemen gizi bencana, penyusunan rencana kegiatan gizi, konseling, pengumpulan data awal daerah rentan bencana, pendampingan petugas dll.
  2. Situasi keadaan darurat bencana terbagi menjadi 3 tahap, yaitu siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat.

 

    • Siaga darurat adalah suatu keadaan potensi terjadinya bencana yang ditandai dengan adanya pengungsi dan pergerakan sumber daya.
    • Tanggap darurat, pada fase 1 tanggap darurat awal dilakukan pemeberian makanan yang bertujuan agar pengungsi tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya, mengawasi pendistribusian bantuan bahan makanan, dan menganalisis hasil Rapid Health Assessement. Kemudian untuk fase ke 2 tanggap darurat awal dilakukan perhitungan kebutuhan gizi dan pengolahan penyelenggaraan makanan di dapur umum. Saat fase lanjut dilakukan penanganan dengan cara penanganan sesuai tingkat kedaruratannya. Tahap ini telah memiliki informasi yang lebih rinci dalam pembagian golongan seperti golongan umur dan jenis kelamin. Serta melakukan pengukuran status gizi ibu hamil, balita dan ibu menyusui. Dan melaksanakan pemberian makanan tambahan serta suplemen yang baik untuk kesehatannya.
    • Transisi darurat, suatu keadaan sebelum dilakukan rehabilitasi dan rekontruksi, kegiatannyaa hampir sama seperti pada tanggap darurat.
  • 3. Pasca bencana, kegiatan yang dilakukan adalah melakukan pemantauan dan evaluasi sebagai bagianĀ  surveilans, untuk mengetahui kebutuhan yang diperlukan, dan melaksanakan kegiatan pembinaan gizi sebagai tindak lanjut atau respon dari informasi yang diperoleh. Pembinaan gizi yang dapat dilakukan seperti memberikan pendidikan gizi bagi masyarakat, pemberian makanan tambahan bagi anak-anak, khususnya balita sesuai dengan PMBA (pemberian makanan bayi dan anak) dan usia rentan. Pemerintah juga sudah mempunyai arahan strategis untuk daerah-daerah yang rawan bencana, guna antisipasi terjadinya isolasi saat bencana. Menurut Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019, disebutkan daerah-daerahnya sebagai berikut:
  1. Lokasi Prioritas Nasional untuk Bencana Gempa bumi
  2. Lokasi Prioritas Nasional untuk Bencana Tsunami
  3. Lokasi Prioritas Nasional untuk Bencana Letusan Gunung api
  4. Lokai Prioritas Nasional untuk Gerakan Tanah Longsor
  5. Lokasi Prioritas Nasional untuk Bencana Banjir
  6. Loasi Prioritas Nasional untuk Bencana Banjir Bandang
  7. Lokasi Prioritas Nasional untuk Bencana Kekeringan
  8. Lokasi Prioritas Nasional untuk Bencana Cuaca Ekstrim
  9. Lokasi Prioritas Nasional untuk Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi
  10. Lokasi Prioritas Nasional untuk Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan
  11. Lokasi Prioritas Nasional untuk Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit
  12. Lokasi Prioritas Nasional untuk Bencana Gagal Teknologi

 

  • FASILITAS DAN PROGRAM YANG DIADAKAN DALAM PENANGANAN MASALAH DI DAERAH BENCANA
  • Program

 

  1. Pemberian edukasi pada masyarakat, seperti membuat poster yang menarik serta memberikan perhatian yang lebih pada kelompok usia rentan mengalami masalah gizi kurang dan dikemas dalam bahasa yang mereka pahami.
  2. Menyeleksi bantuan pangan yang mendekati dan melewati masa kadaluarsa, lalu makanan yang memiliki label tidak jelas atau tidak ada keterangan halal pun tidak dapat dikonsumsi.
  3. Penyediaan bantuan makanan, dengan menyediakan makanan dalam waktu yang sesingkat mungkin dengan membentuk penyelanggaraan dapur umum. Dan bahan makanan yang mudah dibawa seperti mie instan, kerupuk, ikan kaleng, telur dan beras.

 

  • Fasillitas

 

  1. memberikan fasilitas lebih untuk para Ibu, anak, dan lansia karena mereka adalah kelompok usia yang paling rentan mengalami masalah gizi kurang. Salah satunya tempat khusus untuk ibu menyusui bayi.
  2. Menyediakan dapur umum, dengan tenaga kesehatan yang mendirikan. Serta peran ahli gizi yang sangat dibutuhkan untuk terjun lapang langsung. Serta peran ahli gizi yang dapat menyediakan makanan dengan asupan yang sesuai dengan gizi seimbang, serta pola makan dan waktu makan yang teratur. Pada tanggap darurat peran tenaga kesehatan juga membantu dalam menjaga kebersihan dapur umum, serta membantu ahli gizi dalam memberikan asupan gizi yang baik.
  3. Fasilitas lain adalah menyediakan air bersih yang dapat dipakai oleh masyarkat untuk minum dan lain-lain, dengan kualitas yang baik, bersih serta tempat sanitasi yang baik agar lingkungan terjaga dan terhindar dari penyakit menular lainnya. Namun, seperti yang kita ketahui setiap terjadi bencana biasanya akan kekurangan air bersih, namun hal ini terdapat solusinya yaitu dengan menyediakan truk tangki air untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat, namun bagaimana jika truk tangki tidak dapat di akses atau sulit mengakses truk tangki ke daerah terisolir sebab muatan dan besar truk yang tidak memungkinkan berada di tempat terisolir? hal tersebut dapat melakukan dengan cara pemberian air kemasan atau menaruh tempat sanitasi dekat jaraknya dengan truk tangki.

 

  • ALUR PELAKSANAAN GIZI BENCANA DI DAERAH TERISOLIR

Penanganan bencana di daerah terpencil dan terisolir biasanya berjalan lamban. Selain terkendala akses, lambatnya pelaporan kejadian bencana, dan terkendala sulitnya mengirim bantuan akibat medan yang sulit untuk dilalui. Sehingga tidakk jarang banyak kerugian maupun korban jiwa yang ditimbulkan akibat terlalu lama menunggu bantuan dari tim siaga bencana.

Sedangkan hal-hal berikut dapat terjadi pasca bencana, diantaranya bangunan dan jembatan rubuh, persediaan makanan yang semakin menipis, listrik padam, sinyal telepon teputus, bahan bakar habis, pasokan air bersih berkurang, naiknya harga-harga barang dan bau busuk dari mayat yang terlambat dievakuasi. Maka dari itudibutuhkan pelaksanaan gizi bencana yang efektif agar hal-hal tersebut tidak terjadi.

 

  1. Pembangunan jaringan komunikasi yang terjangkau dan memungkinkan tersampainya informasi secara cepat terkait bencana. Contohnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur saat ini telah menggandeng Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia (ORARI) serta Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) untuk memberikan segala informasi terkait kejadian bencana di Jawa Timur khususnya di daerah terpencil seperti di wilayah Sukamade Banyuwangi, Pacitan maupun daerah terpencil di sekitar pegunungan.
  2. Pendidikan mitigasi bencana sebagai sarana edukasi bagi masyarakat untuk lebih mampu melindungi diri ketika bencana berlangsung. Hal ini telah dilakukan oleh negara Chili pada saat terjadi gempa tahun 2015 dengan kekuatan 8,4 SR yang hanya menewaskan 13 orang. Angkat tersebut jauh lebih rendah dibandingkan jumlah korban tewas lima tahun sebelumnya yang mecapai 500 orang.
  3. Penyelenggaraan penanggulangan bencana memiliki acuan isu strategis, arah kebijakan, strategi umum, dan strategi penyelenggaraannya yang telah tersurat dalam Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019, tinggal bagaimana implementasi, keberlanjutan, serta monitoring dan evaluasi yang perlu ditingkatkan.
  4. Meningkatkan kolaborasi anatara pemerintah pusat dan daerah dengan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penanggulangan bencana. Untuk menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi, terpadu, dan menyeluruh maka semua pihak yang terlibat dalam penanggulangan bencana harus mengacu pada sistem yang sama yang disebut Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana yang dikendalikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

 

  • PENTINGKAH AHLI GIZI DI DAERAH BENCANA?

Ahli gizi tak hanya melakukan tugasnya di rumah sakit, namun dalam pelaksanaanya ahli gizi sangat diperlukan dalam kejadian bencana yang sering terjadi. Terdapat 3 peran ahli gizi dalam bencana yaitu:

  1. Pra-bencana:
  • Memastikan tersedianya pedoman pelaksanaan penanggulangan gizi
  • Menrencanakan kegiatan antisipasi bencana
  • Melakukan sosialisasi dan pelatihan pada petugas terkait
  • Melakukan pembinaan antisipasi bencana
  • Menyediakan data awal daerah rentan bencana
  1. Keadaan darurat :
  • Pada fase pertama, beberapa hal yang wajib dipastikan oleh seorang ahli gizi ialah, tersedianya data sasaran hasil RHA(rapid health assessment), Tersedianya standar ransum di daerah bencana, dan tersedianya daftar menu makanan di daerah bencana.
  • Fase kedua, Ahli gizi akan melakukan analisis lanjutan terhadap RHA sehingga diketahui jumlah pengungsi berdasarkan kelompok umur. Dari hasil analisis tersebut dapat dihitung ransum yang dibutuhkan oleh para pengungsi berdasarkan kebutuhan gizi masing- masing pengungsi
  1. Pasca Bencana

Tahap terakhr, ahli gizi bersama pihak lain yang berkaitan harus melakukan pengumpulanĀ  dan analisis data perkembangan status gizi korban bencana, pelaksanaan pembinaan teknis pasca bencana, dan sosialisasi kebutuhan gizi yang harus dipenuhi oleh korban bencana, pasca kejadian, agar tetap memiliki kesehatan yang baik.

 

  • PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM GIZI BENCANA

Partisipasi masyarakat sendiri tentu sangat penting, karena Masyarakat menjadi aspek penting dalam penanggulangan masalah yang terjadi di masyarakat itu sendiri, Pemerintah mempunyai keterbatasan sumber daya dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang semakin kompleks di masyarakat, sedangkan masyarakat mempunyai potensi yang cukup besar untuk dapat dimobilisasi dalam upaya pencegahan di wilayahnya; dari pemerintah sendiri sudah dilakukan berbagai upaya untuk memberdayakan masyarakat untuk upaya pencegahan dan penaanggulangan krisis kesehatan dan ketangguhan terhadap bencana mendukung pencapaian Kerangka Aksi Sendai tentang PenguranganĀ  Risiko Bencana dan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan pada tahun 2030.

Seluruh pihak yang dapat memberi bantuan tentu sangat diharapkan partisipasinya. Baik dari kalangan bapak-bapak, ibu-ibu, mapun pemuda. Keterlibatan masyarakat pada masa tanggap darurat, selain membantu petugas melakukan pelayanan kesehatan, masyarakat khususnya pemuda dan pemudi yang selama ini aktif di kegiatan desa, juga berpartisipasi membantu melakukan pendataan korban bencana dan berbagai hal lainnya.Ā  Mayarakat juga dapat berpartisipasi dalam pengawasan kegiatan gizi bencana, seperti membantu menyalurkan, menyiapkan, dan memberi bantuan makanan pada korban bencana.

Ā 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Andoyo R, Nurhadi B, Saprudin DR, Sukri N. 2018. Pangan Darurat Siap Guna Untuk Mempertahankan Status Gizi Anak di Daerah Terdampak Bencana. Padjajaran. http://sdgcenter.unpad.ac.id [9 Agustus 2019].

[BNPB]. 2014. Buku Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019. Jakarta (ID): Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

[Depkes]. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 145/Menkes/SK/I/2007 Tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. Jakarta (ID): Depkes.

Helmiyati,dkk. 2018. ā€œManajemen Gizi Dalam Kondisi Bencanaā€ .Yogyakarta. Universitas Gajah Mada. Hidayati, 2012; Widayatun dan Hidayati, 2012

[Kemenkes]. 2012. Buku Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana. Jakarta (ID): Kemenkes.

[Kemenkes]. 2015. Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanggulangan Kritis Kesehatan. Jakarta (ID): Kemenkes.

Kominfo.jatimprov.go.id (16 januari 2013)

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Upaya Perbaikan Gizi. [INTERNET]: Tersedia pada http://sinoferag.litbang.depkes.go.id.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10 Tahun 2008. Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana.

Widayatun dan Zainal F. 2013. Permasalahan kesehatan dalam kondisi bencana: peran petugas kesehatan dan partisipasi masyarakat. Jurnal Kependudukan Indonesia. 8(1): 1907-2902.

 

 

 

Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *