MITOS ATAU FAKTA: Menelan Biji Cabai sebabkan Radang Usus Buntu

Oleh: Dewi Mustika A (Universitas Darussalam Gontor)

Masyarakat Indonesia sangat gemar mengonsumsi makanan pedas yang banyak menggunakan cabai. Seringkali orang mengatakan jika banyak mengonsumsi cabai, apalagi bijinya, akan menyebabkan radang usus buntu. Benarkah?
Usus buntu (disebut juga sebagai umbai cacing atau apendiks) adalah organ berukuran sekitar 8 cm yang berada di ujung usus besar. Dahulu, banyak orang berpikir bahwa organ usus buntu tidak memiliki manfaat apa pun pada tubuh, dan hanya merupakan salah satu peninggalan dari evolusi organ tubuh manusia. Namun, saat ini berbagai riset telah menemukan bahwa usus buntu adalah salah satu organ yang bekerja untuk mendukung sistem kekebalan tubuh (organ imunologik) dan berperan aktif dalam memproduksi (sekresi) imunoglobulin. Imunoglobulin yaitu senyawa protein yang digunakan untuk melawan kuman penyakit di dalam tubuh.
Cabai, dengan nama ilmiah Capsicum annuum adalah perdu tahunan dengan tinggi 1-2,5 m. Cabai sendiri berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok, permukaan mengilap, ujung meruncing, bertangkai pendek, dan tumbuh menggantung, panjang 4-17 cm, diameter 1-2 cm, dan berwarna hijau sampai merah setelah tua. Rasanya pedas. Biji kecil, berbentuk pipih, dan berwarna putih kekuningan saat muda, lalu berubah menjadi cokelat setelah tua.
Buah cabai mengandung kapsaisin, dihidrokapsaisin, vitamin (A dan C), damar, zat warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, dan lutein. Selain itu juga mengandung mineral seperte zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin.
Khasiat dan manfaat cabai antara lain, zat aktif kapsaisin berkhasiat sebagai stimulant. Jika seseorang mengonsumsi kapsaisin terlalu bayak, akan mengakibatkan rasa terbakar dimulut dan keluarnya air mata. Buahnya berkhasiat sebagai stimulan, meningkatkan nafsu makan (stomakik), peluruh keringat (diaforetik), perangsang kulit, dan sebagai obat gosok. Buahnya digunakan untuk pengobatan rematik, sariawan, sakit gigi, influenza, dan meningkatkan nafsu makan.

Peradangan pada usus buntu (appendix vermofirmis) merupakan penyakit infeksi bedah yang paling sering terjadi. Kejadiannya bisa menyerang pada segala umur, akan tetapi paling sering terjadi pada penderita dewasa, jarang pada anak-anak maupun orang tua.
Kita sering berasumsi bahwa radang usus buntu berkaitan erat dengan konsumsi biji cabai secara berlebihan. Tetapi pada kenyataannya, tubuh mempunyai mekanisme luar biasa untuk membuang sisa makanan yang tidak tercerna oleh tubuh. Beberapa kasus memang mengindikasikan makanan sebagai penyebab radang usus buntu, namun, menurut riset dari Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, kasus seperti ini hanya memiliki kemungkinan 1:2000 (0,05% dari keseluruhan kasus radang usus buntu).
Radang usus buntu yang disebabkan oleh sisa makanan memang tidak sepenuhnya salah, namun hal ini lebih sering terjadi karena penyumbatan pada saluran usus buntu. Penyebab utama dari penyumbatan ini adalah fekalit, yaitu timbunan feses/tinja yang keras. Jika tidak cepat ditangani, radang usus buntu dapat menyebabkan pecahnya usus buntu. Saat usus buntu kita sudah pecah (mengalami perforasi), barulah akan terjadi kondisi peritonitis, dimana infeksi telah menyebar ke lapisan tipis dinding perut. Kondisi ini sangatlah fatal dan hanya dapat diobati oleh antibiotik yang kuat sesegera mungkin.
Walaupun makanan pedas juga meningkatkan kemungkinan terjadinya penyumbatan pada saluran usus buntu, kita dapat menyimpulkan bahwa biji cabai tidak menjadi penyebab utama terjadinya kondisi ini. Makanan pedas memang dapat menyebabkan berbagai masalah gangguan pencernaan yang mirip dengan gejala peradangan usus buntu. Gangguan pencernaan inilah yang dapat menyebabkan rasa sakit intens di area sekitar tulang rusuk dan pusar serta rasa mual, sehingga dapat saja dikira sebagai kondisi peradangan atau bahkan kondisi pecahnya usus buntu. Jadi, konsumsi cabai atau menelan biji cabai sebabkan radang usus buntu adalah MITOS.

Daftar Pustaka
Agung, Tinton, 2008, Buku Pintar Tanaman Obat Cet.1, Jakarta : Argomedia Pustaka.
Kumar, Vinay, 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta : Badan Litbangkers Kemenkes RI.
Lingga, Lanny, 2010, Cerdas Memilih Sayuran; Plus Minus 54 Jenis Sayuran Cet.1, Jakarta : Agromedia Pustaka.

Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *