SARAPAN MENYEBABKAN SAKIT PERUT, MITOS ATAU FAKTA?
Oleh : Takkas Abelio N (Institut Pertanian Bogor)
Sarapan merupakan makanan yang sangat penting setiap hari untuk memenuhi kebutuhan energi bagi tubuh sebelum memulai aktivitas. Sarapan biasanya dimulai dari pukul 05.00 hingga 10.00. Menurut Adolphus et al. (2013), individu yang mempunyai kebiasaan mengonsumsi sarapan yakni > 4 hari/minggu, cenderung mempunyai asupan nutrisi yang lebih baik termasuk lebih tinggi asupan serat, karbohidrat total, dan lemak total. Konsumsi sarapan mempunyai berbagai efek positif seperti prestasi belajar, berat badan yang tepat, asupan gizi, dan kesehatan yang baik. Di sisi lain, tidak sarapan dapat menyebabkan penurunan glukosa karena suplai energi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, sehingga seseorang akan merasa lapar dan mengganggu atensinya (Guyton 2016).
Sarapan dikatakan cukup menurut Utami (2018) jika menyumbangkan 20-35% dari total asupan energi sehari. Namun, banyak orang yang melewatkan sarapan karena beberapa faktor. Alasan yang paling umum dalam melewatkan sarapan karena kurang nafsu makan, tidak ada waktu, takut berat badan meningkat, keluarga tidak sarapan, tidak dapat menyiapkan sarapan, dan merasa sakit perut setelah sarapan. Anggapan bahwa perut menjadi ‘sakit’ setelah sarapan, seringkali menimbulkan kesalahan persepsi di kalangan masyarakat sehingga banyak orang menjadi tidak sarapan karena takut sakit perut dan menganggu aktivitas. Hal inilah yang harus dijelaskan lebih agar dapat meluruskan konsep sarapan yang benar di masyarakat.
Sarapan menyebabkan sakit perut adalah MITOS. Faktanya, menurut Ruhmayanti (2018), sarapan mampu menjadikan anak menjadi jarang sakit, pusing, dan sakit perut. Selain itu, anak akan memiliki stamina, disiplin dan kerja sama yang lebih baik. Anak muda yang sering melewatkan sarapan memiliki lingkar pinggang, total kolesterol dan konsentrasi kolesterol LDL yang lebih tinggi, sehingga berisiko terkena penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus.
Konsumsi sarapan yang baik sebelum memulai aktivitas adalah mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah sehingga dapat menjaga kestabilan kadar gula darah. Setelah tubuh berpuasa selama malam hari, glikogen dalam hati akan berkurang, dan harus mengisi pasokan kembali dengan mengonsumsi sarapan. Saat mengonsumsi makanan, pankreas akan melepaskan insulin, hormon itu yang akan mencerna pati, dan gula. Insulin mengambil glukosa dari aliran darah melalui protein di dalam membran sel sehingga dibutuhkan konsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah agar dapat menjaga kestabilan gula darah (Guyton 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Adolphus K, Lawton C, Dye L. 2013. The Effects Of Breakfast On Behavior And Academic Performance In Children And Adolescents. Frontiers in Human Neuroscience. 425 :1- 28
Guyton AC. 2016. Textbook of Medical Physiology Eleventh Edition. Philadelphia (US) : Elsevier Saunders.
Ruhmayanti NA, Yasin YK. 2018. Analisis energi dan zat gizi makro pada menu sarapan terhadap status gizi remaja di smp negeri 1 kabila kabupaten bone bolango. Health and Nutritions Journal. 4(1) : 2 – 6
Utami IASN. 2018. Hubungan antara sarapan dengan sustained attention pada mahasiswa program studi pendidikan dokter fakultas kedokteran universitas udayana. E-JURNAL MEDIKA. 7(12) : 1 – 6