Journal of Nutrition College, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 339-349
Oleh :
Charysa Zaimatussoleha (Universitas Diponegoro) dan Martha Pitaloka Putri (Universitas Kristen Satya Wacana)
Pendahuluan
Sepak bola merupakan olahraga endurance berintensitas tinggi yang berlangsung selama lebih dari 90 menit. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap performa endurance dalam sepak bola adalah ketersediaan glukosa darah selama latihan atau pertandingan. Pada olahraga berdurasi lama, Berkurangnya simpanan karbohidrat dalam tubuh serta konsumsi cairan yang tidak mencukupi hingga mengakibatkan dehidrasi merupakan penyebab terjadinya penurunan performa olahraga. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menyuplai energi pada atlet selama latihan maupun pertandingan yakni dengan pemberian minuman yang mengandung karbohidrat. Madu sebagai salah satu contoh sumber alternatif karbohidrat alami. Penelitian ini dilakukan pada atlet PERSIKU U-18 dengan menggunakan variabel berupa cairan rehidrasi yaitu madu sebagai sumber alternatif karbohidrat alami yang akan diuji pengaruh konsumsi minuman madu terhadap kadar glukosa darah pada atlet sepak bola selama simulasi pertandingan.
Metode
Pada penelitian ini melibatkan 18 atlet PERSIKU U-18 sebagai subjek yang dipilih secara consecutive sampling setelah terlebih dahulu diberikan informed consent secara verbal. Kriteria yang diterapkan pada subjek tersebut antara lain subjek berusia 16-18 tahun, tidak sedang cidera atau dalam perawatan dokter, serta tidak memiliki riwayat kesehatan yang berhubungan dengan jantung, paru, maupun diabetes. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan cross over study dan termasuk dalam ruang lingkup gizi olahraga. Variabel bebas dalam penelitian ini merupakan subjek yang meminum madu yang dibuat mendekati waktu pemberian dengan takaran saji 40 ml madu dalam 500 ml air (1:12.5) dan memiliki kadar karbohidrat 8%.
Dalam larutan tersebut juga ditambahkan garam sebanyak 0.36 gram serta air perasan lemon sebanyak 1 sendok makan. Larutan ini diberikan sebanyak 6 kali volume 200 ml setiap interval 20 menit selama 100 menit simulasi pertandingan. Sedangkan, pada kelompok kontrol diberikan air putih saja namun dengan pemberian dalam jumlah dan frekuensi yang sama dengan pemberian madu. Variabel terikat dalam penelitian ini merupakan kadar glukosa darah yang diukur sebanyak dua kali yaitu sebelum dan setelah simulasi pertandingan pada tiap perlakuan. Sedangkan, pada variabel kontrol antara lain komposisi tubuh (%lemak tubuh dan massa tubuh tanpa lemak), serta asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak selama dua hari sampai satu jam menjelang simulasi pertandingan.
Penelitian berlangsung selama 14 hari dengan minggu pertama berupa pelaksanaan informed consent, skrining, pengambilan data antropometri, komposisi tubuh, serta VO2 maks atlet. Minggu kedua dilaksanakan intervensi berupa pemberian minuman madu dan air putih (kontrol) sebanyak 2 kali percobaan simulasi pertandingan dengan jeda waktu antar percobaan selama 1 minggu. Alur pengambilan data pada periode intervensi dapat dilihat pada tabel.
Selanjutnya, data kuantitatif yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan program computer SPSS 17.0 for Windows. Sedangkan data asupan dianalisis menggunakan program computer Nutrisurvey.
Hasil
Sebanyak 18 orang telah mengikuti rangkaian intervensi secara lengkap, sehingga didapatkan hasil rerata berdasarkan uji paired t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara kadar glukosa darah sebelum dan setelah simulasi pertandingan pada perlakuan minuman madu (p = 0.817), namun terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar glukosa darah sebelum dan setelah simulasi pertandingan pada perlakuan air putih (p = 0.013). Terdapat penurunan kadar glukosa darah selama simulasi pertandingan sebanyak 1.89 ± 34.17 mg/dl pada perlakuan minuman madu, sedangkan pada perlakuan air putih mengalami penurunan kadar glukosa darah sebesar 11.22 ± 0.013 mg/dl. Terdapat hubungan yang bermakna dengan kadar glukosa darah sebelum perlakuan air putih (p < 0.05).
Terdapat korelasi negatif yang tidak bermakna antara rerata asupan lemak 2 hari sebelum intervensi dengan kadar glukosa darah akhir (setelah pertandingan) pada perlakuan madu. Korelasi negatif ditemukan pada hubungan asupan energi dan karbohidrat menjelang intervensi dengan kadar glukosa darah akhir pada kedua perlakuan, serta hubungan asupan protein sebelum intervensi dengan kadar glukosa darah akhir pada perlakuan madu. Korelasi negatif yang kuat ditemukan pada hubungan asupan lemak menjelang intervensi dengan kadar glukosa darah akhir pada perlakuan madu. Adanya korelasi negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak sebelum intervensi, maka kadar glukosa darah setelah pertandingan semakin turun.
Pembahasan
Subjek penelitian merupakan remaja laki-laki berusia 16-18 tahun. Remaja laki-laki mengalami pertumbuhan massa otot yang lebih banyak dan usia remaja dikarakteristikkan sebagai kelompok usia yang resisten terhadap insulin, memiliki respon metabolik yang berbeda selama latihan, serta memiliki laju oksidasi lemak yang cenderung lebih tinggi dibanding usia dewasa. Masa pubertas berkaitan juga dengan rendahnya kapasitas penyimpanan glikogen. Insulin berperan penting pada masa pubertas, dan berpengaruh terhadap respon terhadap glukosa selama latihan (Steiger, 2007). Hasil uji paired t-test menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar glukosa darah selama simulasi pertandingan sebanyak 1.89 ± 34.17 mg/dl pada perlakuan minuman madu, sedangkan pada perlakuan air putih terjadi penurunan kadar glukosa darah sebesar 11.22 ± 0.013 mg/dl.
Korelasi negatif pada hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi asupan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) sebelum intervensi, maka kadar glukosa darah setelah pertandingan semakin turun. Penurunan kadar glukosa darah terjadi akibat mekanisme pemecahan energi selama pertandingan. Selain itu, penambahan asupan lemak dan protein ke dalam karbohidrat dapat menurunkan respon glikemik melalui mekanisme penundaan pengosongan lambung dan stimulasi sekresi insulin, sehingga kadar glukosa darah tidak cepat mengalami penaikan. Kadar glukosa darah selama latihan atau pertandingan dapat dipengaruhi oleh lama dan intensitas latihan, konsumsi karbohidrat berindeks glikemik tinggi menjelang latihan atau pertandingan, konsumsi karbohidrat selama latihan atau pertandingan, serta pengaruh hormonal.
Latihan dapat meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga lebih banyak glukosa yang disalurkan ke otot yang membutuhkan. Dengan demikian, kadar insulin menurun selama latihan untuk membantu mempertahankan kadar glukosa darah yang normal. Pada individu normal, kadar glukosa darah dapat mencapai puncak pada 1 jam setelah makan, dan kembali pada kondisi preprandial dalam 2-3 jam. Namun, glukosa darah postprandial berfluktuasi bergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi, kuantitas makanan, serta tingkat aktivitas fisik. Pemberian minuman berkarbohidrat 6–8% selama latihan atau pertandingan terbukti dapat meningkatkan performa dengan menunda kelelahan dan dapat membantu mempertahankan kadar glukosa darah (Rollo, 2009).
Beberapa penelitian yang dilakukan pada atlet balap sepeda menyebutkan bahwa atlet yang mengkonsumsi minuman berkarbohidrat selama latihan memiliki kadar glukosa darah lebih stabil dibanding kelompok plasebo. Penelitian yang dilakukan di laboratorium University of Memphis Exercise and Sports Nutrition mengemukakan bahwa madu merupakan salah satu bentuk karbohidrat yang paling efektif untuk dikonsumsi sesaat sebelum latihan atau olahraga. Peran madu sebagai sumber energi hampir sejajar dengan glukosa, dikarenakan efektivitas madu sedikit lebih baik dibanding glukosa (Wendy, 2010). Madu berpotensi sebagai ergogenic aid alami dalam olahraga dikarenakan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi terutama jenis fruktosa dan glukosa, serta adanya kandungan zat gizi lain seperti asam amino, beberapa vitamin, mineral, dan antioksidan.
Keberadaan dua jenis karbohidrat seperti glukosa dan fruktosa pada madu dalam jumlah seimbang dapat memberikan keuntungan apabila dikonsumsi sebagai minuman olahraga. Kombinasi dua jenis karbohidrat tersebut apabila dikonsumsi bersamaan dapat meningkatkan total oksidasi karbohidrat eksogen. Larutan yang mengandung beberapa jenis karbohidrat seperti glukosa dan fruktosa menunjukkan efek peningkatan absorpsi, oksidasi, dan performa dibanding larutan yang hanya mengandung satu jenis karbohidrat (Ehab, 2010).
Kesimpulan
Pemberian minuman madu pada atlet sepak bola remaja lebih efektif dalam mempertahankan kadar glukosa darah selama simulasi pertandingan dibandingkan air putih (plasebo), dapat dibuktikan dengan adanya perbedaan yang bermakna antara glukosa darah sebelum dan setelah simulasi pertandingan pada perlakuan air putih (p=0.013) dan terjadi penurunan kadar glukosa darah selama simulasi pertandingan sebanyak 1.89 ± 34.17 mg/dl pada perlakuan minuman madu, sedangkan pada perlakuan air putih terjadi penurunan kadar glukosa darah sebesar 11.22 ± 0.013 mg/dl.
Daftar Pustaka
Ehab SM, Mahamed NS. 2010. Effect of a nutrition compound (honey and water) on blood glucose, body temperature and some physiological variables in wrestlers. World Journal of Sport Sciences. 3 (S): 930-935. p. 930-1.
Wendy J, O’brien, David S. 2010. Fructose-maltodextrin ratio in a carbohydrate-electrolyte solution differentially affects exogenous carbohydrate oxidation rate, gut comfort, and performance. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 300:181-189.