POLA ASUH MAKAN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI KURANG DI JAWA TIMUR, JAWA TENGAH DAN KALIMANTAN TENGAH, TAHUN 2011

Oleh : Yurike Dhika Adhela, Universitas Airlangga

 

Pendahuluan

Masalah gizi yang terdapat di masyarakat menjadi permasalahan yang sangat menjadi tantangan bagi para petugas kesehatan dan ahli gizi tentunya dalam membantu mengentaskan permasalahan tersebut. Data Kementerian Kesehatan tahun 2009–2010 menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang pada tahun 1989 sebesar 31% di mana upaya yang baik berhasil diturunkan menjadi 24,5% di tahun 2005, kemudian menjadi 18,4% pada tahun 2007 dan 17,9% pada tahun 2010. Demikian gizi buruk prevalensinya menurun dari 5,5% pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010, sedangkan target yang harus dicapai pada tahun 2014 adalah 3,5%.

Berdasarkan data terbaru, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di wilayah Jawa Timur menunjukkan angka 6,63% (Dinkes Jatim, 2013). Data Prevalensi balita gizi buruk di Jateng sebesar 1.3% (Dinkes Jateng, 2015). Sedangkan data prevalensi balita gizi buruk di Kalteng sebesar 1,46% (Dinkes Kalteng, 2015). Sehingga merupakan tantangan tersendiri bagi seluruh tenaga kesehatan dalam upaya terus menurunkan angka prevalensi gizi buruk tersebut.

Pencapaian penurunan angka prevalensi terhadap permasalahan gizi masyarakat terkait gizi buruk dan gizi kurang harus terus diupayakan demi mencapai keadaan status gizi anak yang lebih baik. Hal ini dikarenakan, dampak gizi buruk dan gizi kurang tidak hanya pada pertumbuhan dan perkembangan anak, melainkan juga menurunnya kecerdasan bagi anak, keterbelakangan mental dan menurunnya produktivitas sehingga dalam jangka panjang mengakibatkan buruknya kualitas sumber daya manusia (SDM) dimasa mendatang.

Munculnya pemasalahan gizi buruk dan gizi kurang tidak lepas dari pola asuh orang tua dalam mencukupi kebutuhan gizi bagi anak dibawah lima tahun (balita). Karena pada dasarnya, pola asuh orang tua sangat berperan penting dalam menentukan bagaimana pencapaian tumbuh kembang serta kecukupan gizi bagi balita. Sehingga dalam penelitian ini dibahas terkait pola asuh makan pada balita dengan status gizi kurang di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah, tahun 2011.

Metode

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang bersifat observasional dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan pada tahun 2011 di tiga lokasi penelitian yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Tengah. Adapun pemilihan lokasi penelitian berdasarkan prevalensi balita gizi buruk yang relatif tinggi serta variasi kebiasaan makan di masyarakat yang dominan. Sampel penelitian sebanyak 30 orang ibu balita gizi buruk balita bawah garis merah (balita BGM) dengan variable penelitian meliputi tingkat pendidikan, pekerjaan, riwayat kehamilan dan kebiasaan makan; pola asuh makanan balita meliputi pola makan balita, riwayat pemberian ASI, dan pola asuh balita. Data didapat melalui wawancara dengan teknik analisis deskriptif.

Hasil

Karakteristik orang tua balita sebagian besar adalah tingkat pendidikannya adalah tamatan sekolah dasar (SD) sebesar 33,3% dan 26,7% adalah SMP serta SMA. Jenis penyakit yang sering diderita oleh balita kurang gizi/BGM dan gizi buruk adalah demam atau panas (68,9%), batuk atau pilek sebanyak 15,6% dan diare atau mencret sebesar 8,9%.

Sedangkan hasil penelitian terkait Jenis makanan yang diberikan kepada bayi baru lahir selain ASI secara garis besar adalah susu formula (51,1%), dan untuk  jenis minuman yang diberikan adalah air gula (17,8%), air putih dicampur madu (12,2%), susu kental manis (2,2%) dan pisang yang dilumatkan/ dikerok.

Kemudian untuk pemberian ASI, hasil penelitian menunjukkan bahwaI  waktu pemberian ASI pertama kali menunjukkan rerata ibu yang memberikan ASI pada saat bayi baru lahir sebanyak 12,2%, 77,8% ibu yang memberikan ASI setelah 5 (lima) jam sampai 1 (satu) hari setelah bayi lahir dan hanya 10,0% setelah bayi berusia satu hari.

Pembahasan

Pola asuh orang tua terkait pemberian makanan selain ASI Esklusif yang terlalu dini sebelum 6 bulan menyebabkan gangguan pencernaan pada bayi. Sehingga menyebabkan sakit seperti diare dan mencret.Jika bayi sakit, maka bayi aku kurang dalam mendapatkan asupan zat gizi yang optimal sehingga balita mengalami kondisi penurunan pertumbuhan yang akan berakibat pada kondisi kurang gizi atau BGM.

Beberapa kabupaten memberikan air degan kelapa hijau dan air madu pada saat bayi baru lahir. Selain bayi berusia 0 sampai usia 6 bulan, juga mendapat makanan tambahan lain berupa biskuit, telur, daging dan lain- lain. Selain itu sebagian besar ibu balita tidak segera memberikan ASI justru memberikan susu formula atau tajin sebagai makanan bagi bayi yang baru lahir. Dan terdapat kebiasaan ibu-ibu balita yang membuang kolostrum karena beranggapan bahwa (kolostrum) berwarna kuning dan kotor serta tidak layak untuk diberikan kepada bayi. Selain itu, pemberian pola makan seperti mie instan pengganti nasi, dan memberikan teh serta kue di pagi hari merupakan beberapa contoh tindakan ibu-ibu terhadap balitanya.

Apabila kondisi ini tetap dilanjutkan, maka dampak kedepannya adalah menurunnya status gizi balita yang akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perekembangannya sehingga dapat mengakibatkan masalah gizi kurang dan gizi buruk pada balita tersebut. Secara keseluruhan faktor kebiasaan makan yang terkait dengan status gizi balita meliputi pemberian ASI secara dini & ASI eksklusif, pemberian MP-ASI yang tidak tepat dan pola asuh yang kurang baik, menyebabkan balita kurang mendapat asupan makanan yang bergizi, bervariasi, berimbang yang mengakibatkan gangguan pertumbuha

Kesimpulan

Berdasarkan darta terbaru, data prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di wilayah Jawa Timur menunjukkan angka 6,63% (Dinkes Jatim, 2013). Data Prevalensi balita gizi buruk di Jateng sebesar 1.3% (Dinkes Jateng, 2015). Sedangkan data prevalensi balita gizi buruk di Kalteng sebesar 1,46% (Dinkes Kalteng, 2015). Sehingga sampai saat ini, perkembangan penurunan balita gizi buruk dan gizi kurang harus tetap dilakuka dengan mengoptimalkan program-program kesehatan yang membantu pemerintah dan para petugas kesehatan dalam menuntaskan masalah gizi masyarakat terkait gizi buruk dan gizi kurang.

Dalam hal ini, mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, permasalahan gizi kurang dan gizi lebih di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah pola asuh kebiasaan makan yang diterapkan oleh orang tua kepada balita sangat menentukan status gizi pada balita. Kebiasaan memberikan makanan selain ASI untuk  anak usia 0–6 bulan meliputi madu, air tajin, susu formula, biskuit bayi, pisang yang dilembutkan, bubur susu, makanan lunak, nasi, sayur, ikan, telur, daging sapi, jajanan dan camilan, dengan alasan agar anak mau makan dan tidak menangis.Sehingga kejadian pemberian asuhan pola makan tersebut menyebabkan kurang diterapkannya inisiasi menyusui dini dan ASI Ekslusif bagi anak usia 0-6 bulan. Adapun pemberian makanan kepada anak juga tidak didasarkan kepada kebutuhan kecukupan gizi, melainkan hanya untuk memberikan kenyang dan tidak rewel. Sehingga pertumbuhan dan perkembangan balita terganggu.

Daftar Pustaka

Adriani, Merryana, and Vita Kartika. “Pola Asuh Makan pada Balita dengan Status Gizi Kurang di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah, Tahun 2011.” Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 16.2 Apr (2013).

Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *