[PRESS RELEASE] AUDIENSI ILMAGI : MENANGGAPI PERMENKES NO. 3 TAHUN 2020

Pada hari Sabtu 15 Februari 2020, Ikatan Lembaga Mahasiswa Gizi Indonesia (ILMAGI) mengadakan audiensi kepada Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) terkait Permenkes No. 3 Tahun 2020 Pasal 10 yang menyebutkan pelayanan gizi sebagai pelayanan nonmedik. Adanya perubahan pelayanan gizi dari penunjang medik menjadi nonmedik ini menimbulkan keresahan bagi mahasiswa gizi sebab dengan terbitnya peraturan tersebut dinilai dapat melemahkan profesi gizi dengan berbagai alasan. Tujuan dari Audiensi ini adalah untuk menyamakan persepsi dan gerak langkah antara ILMAGI sebagai representatif dari mahasiswa gizi seluruh Indonesia dengan PERSAGI selaku organisasi profesi gizi menanggapi Permenkes No. 3 Tahun 2020 khususnya yang terkait dengan pelayanan gizi di rumah sakit.

Kegiatan ini dihadiri oleh Bapak Entos selaku Ketua PERSAGI beserta sekretarisnya, Ibu Gunarti Yahya, DCN, MM selaku Ketua Kerjasama Antar Lembaga dan Kemitraan PERSAGI, Bapak Sudikno, dan 3 orang pendukung lainnya. Adapun delegasi ILMAGI yang menghadiri audiensi tersebut yaitu Saudari Kerin Novika (Wakil Sekretaris Jenderal ILMAGI), dan 2 orang perwakilan dari Departement Isu dan Advokasi yaitu Saudari Fitri Aditri dan Salma Rosidah. Pertemuan ini berlangsung selama kurang lebih 1 jam dimulai dari pukul 14.30 WIB, bertempat di ruang rapat kampus jurusan gizi Poltekkes Jakarta II.

Audiensi dimulai dengan pemaparan Kajian dari Departement Isu dan Advokasi untuk kemudian ditanggapi oleh PERSAGI. Poin utama yang disampaikan dari kajian tersebut adalah :

  1. Pada Permenkes No. 3 tahun 2020 disebutkan bahwa pengolahan makanan/gizi merupakan pelayanan nonmedik. Hal ini seolah menempatkan pelayanan gizi sebagai pelayanan rumah sakit yang tidak memerlukan sumber daya manusia dengan spesifikasi ilmu tertentu dan urgensinya tidak berkaitan dengan pengobatan pasien.
  2. Permenkes No. 3 Tahun 2020 dapat mempersempit ruang lingkup pelayanan gizi di rumah sakit yakni hanya menyebutkan pengolahan makanan/gizi saja yang dikategorikan dalam jenis pelayanan nonmedik. Sementara pelayanan gizi yang meliputi asuhan gizi seperti asesmen gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi, monitoring gizi, dan evaluasi tidak disebutkan dalam pelayanan manapun. Baik dalam pelayanan medik umum, pelayanan medik spesialis maupun pelayanan medik subspesialis.
  3. Permenkes No.3 tahun 2020 ini dinilai tidak sejalan dengan regulasi lainnya atau regulasi sebelumnya yang penjabarannya lebih spesifik. Regulasi yang dinilai tidak sejalan tersebut diantaranya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 26 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 374/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Gizi, Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013, serta AD/ART dan Kode Etik Ahli Gizi dari PERSAGI.
  4. Melalui Permenkes No. 3 Tahun 2020 ini dikhawatirkan eksistensi tenaga gizi di rumah sakit yang pelayanannya dikategorikan sebagai pelayanan nonmedis akan semakin dipertanyakan jika urgensi perannya tidak bermuara pada pengobatan atau pelayanan medis. Sehingga pasien juga dapat kehilangan hak-hak nya untuk mendapatkan pelayanan gizi yang terbaik.
  5. Beberapa masukan untuk Permenkes No. 3 Tahun 2020 beserta penyampaian rangkuman hasil survei mengenai tanggapan dari Mahasiswa dan Tenaga Gizi.

 

Bapak Entos selaku Ketua PERSAGI kemudian menanggapi dan menyatakan bahwa PERSAGI sudah sependapat dengan ILMAGI dan tidak setuju terhadap pasal tertentu dalam Permenkes No. 3 Tahun 2020 yang terkait dengan pelayanan gizi di Rumah Sakit. Selain itu, PERSAGI saat ini sedang menyiapkan bahan untuk disampaikan kepada Dirjen Kementerian Kesehatan RI dan mengharapkan keikutsertaan dari AIPGI dan AIKAGI. Bapak Entos juga mengatakan, ”Dalam PMK No.3 tahun 2020 menyebut medik dan penunjang medik. Menurut mereka ini adalah satu krasi. Menurut mereka medik dan penunjang medik itu satu, memiliki arti yang sama, yaitu dokter. Walaupun sebetulnya mereka menyebut yang pertama adalah medik dan penunjang medik lalu yang kedua keperawatan dan kebidanan. Namun, kebidanan tidak pernah ada di UU rumah sakit. Yang ketiga baru non medik. Gizi mereka mungkin bingung mau memasukkan kemana, akhirnya dikategorikan sebagai nonmedik”.

Bapak Entos menyatakan bahwa terdapat beberapa hal dari hasil kajian ILMAGI yang akan diambil untuk dimasukkan ke dalam bahan kajian PERSAGI, yaitu mengenai identifikasi masalah, aturan yang sudah ada, dan usulan revisi serta penyelesaian masalah.

Kemudian Ibu Gunarti dan Bapak Sudikno menyampaikan apresiasi dan masukan masukan terhadap ILMAGI kedepannya. Mereka berpesan untuk mahasiswa agar menunjukan bahwa kita adalah orang-orang yang terdidik dengan baik, dan bukan orang yang hanya diam. Mereka juga mempersilahkan mahasiswa untuk bersuara menggunakan norma-norma mahasiswa.

Sebagai penutup, Bapak Entos berterus terang bahwa untuk melakukan revisi terhadap peraturan memiliki proses atau regulasi yang harus dilalui. Oleh karena itu, beliau meminta doa untuk kelancaran proses selanjunya. Saudari Kerin selaku Wakil Sekretaris Jenderal ILMAGI juga menutup audiensi tersebut dengan pernyataan bahwa ILMAGI selalu terbuka untuk membantu dan mengakomodir mahasiswa gizi jika diperlukan serta harapan untuk kedepannya agar ILMAGI dan PERSAGI selalu bergerak sinergis.

Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *