Hubungan Depresi, Asupan, dan Penampilan makanan Dengan Sisa Makan Pagi Pasien Rawat Inap
Oleh : Diah Yashinta, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang-Undang No. 4 tahun 2009, rumah sakit merupakan institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan salah satu pelayanannya adalah rawat inap. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan rumah sakit adalah penyembuhan untuk pasien dengan perawatan intensif melalui makanan.
Adanya sisa makanan pasien di rumah sakit mengakibatkan asupan gizi pasien tidak adekuat terlebih pada pasien yang tidak mendapat makanan selain rumah sakit. Akibatnya, pasien mengalami malnutrisi gizi dan berdampak pada lamanya masa perawatan di rumah sakit serta meningkatnya morbiditas dan mortalitas pasien yang berarti pula meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Schueren, et al. (2012) menyatakan bahwa di 150 rumah sakit menunjukkan sisa makanan yang tinggi sehinggaberujung pada ketidakadekuatan konsumsi energi dan protein pasien, sehingga tingkat kecukupan energi dan protein pasien sebagian besar belum terpenuhi.
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit supaya ada pembaharuan demi terciptanya pengawasan dan kemajuan rumah sakit. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melihat bagaimana sisa makanan yang ada di RSIJemursari Surabaya sekaligus faktor depresi, asupan, dan penampilan makanan yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pagi pasien rawat inap di RSI Jemursari Surabaya.
METODE
Desain Penelitian observasional ini dengan studi cross sectional. Pengambilan 47 responden dari 53 pasien (rata-rata harian) Pengumpulan data: penimbangan sisa makan pagi, wawancara keadaan psikis, asupan makan, dan penampilan makan pagi. Instrumen yang digunakan saat penelitian: form sisa makan pasien, kuesioner Hospital Anxiety and Deoression Scale (HADS), form recall 24 jam, dan form pertanyaan tertutup. Alat yang digunakan adalah timbangan digital
HASIL
Tabel 1. Rata- Rata Persentase Sisa Makan Pagi
Menu Rata-rata (%) sisa makananNasi 31.73Lauk hewani17.67Lauk nabati 16.6Sayur 34.3Rata-rata 25.1Konsumsi sayur memang lebih banyak tersisa dibandingkan dengan lauk, ini karena keinginan seseorang dalam mengkonsumsi sayur lebih rendah dibandingkan dengan lauk . Begitu pula dengan jurnal Purba dkk (2014) bahwa nasi dan sayur banyak meninggalkan sisa dibandingkan dengan lauk hewani dan lauk nabati .
Depresi Sisa makan pagiKoefisien Korelasi P-valueSisa ≤ 20%Sisa ˃ 20%Total n%n%%n%Normal 13501350261000.4340.02Borderline Abnormal 541.7758.312100Abnormal 222.2777.89100Tabel 2. Hubungan Depresi dengan Sisa Makan Pagi Responden
Faktor psikologis menjadi salah satu faktor internal seseorang dalam memilih makanan. Pengaruhnya dapat menerima makan secara berlebihan atau menolak makanan tersebut. Salah satu macam psikologis yaitu depresi yang merupakan tekanan hasil reaksi kejiwaan seseorang terhadap stresor yang dialami dan jika berkelanjutan akan mempengaruhi kesehatan.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Asupan Energi dan Protein Responden
Kategori Asupan Energi Asupan Protein (n) % (n) % Baik (80-110%) 16 34.0 11 23.4 Kurang (<80%) 24 51.1 28 59.6 Lebih (>110%) 7 14.9 8 17.0 Total 47 100 47 100 Asupan energi dan protein responden dilihat tingkat kecukupannya dengan pengelompokannya sesuai WNPG (2004). Ada tiga kelompok dalam penggolongan yaitu kategori cukup (<80%), normal (80-110%), dan lebih (>110%). Perhitungan energi responden menggunakan rumus Brocca dimana rumus ini menggunakan Basal Metabolic Rate (BMR), faktor berat badan, aktifitas, faktor umur, dan faktor stres atau infeksi pada penyakitnya. Sedangkan perhitungan protein responden dari kebutuhan setiap penyakit dan diet yang diterapkan responden.
Tabel 4. Hubungan Asupan Energi Pagi dengan Sisa Makan Pagi
Asupan energi pagiSisa makan pagi Koefisien korelasiP- valueSisa ≤ 20%Sisa ˃ 20%Total N %n%n%Kurang111.1888.99100-0.3080.035Normal531.21168.816100Lebih 1463.6836.422100Penampilan makan pagi rumah sakit dilihat dari penilaian responden terkait kepuasan warna, besar porsi, dan cara penyajian makanan.Mc Cricked dan Forde (2016) menjelaskan dalam jurnalnya bahwa warna makanan dapat memberikan penampilan lebih menarik sehingga meningkatkan selera makan dan menurunkan jumlah makanan sisa.
PEMBAHASAN
Hasil dari Simmons et al (2015) menjelaskan bahwa depresi pada seseorang memang mempunyai dua pengaruh terhadap nafsu makan seseorang. Beberapa orang dengan depresi tinggi bisa meningkatkan nafsu makan bahkan bisa menurunkan nafsu makan. Hasil akhir dari keduanya akan terlihat bagaimana seseorang itu menyisakan makanan. Pada kondisi depresi, stimulan tekanan hemodinamik otak pada seseorang memiliki hipoaktifasi yang mempengaruhi fisiologis tubuh. Penurunan nafsu makan disebabkan karena depresi berasal dari penurunan otak untuk mengintegrasikan sinyal interositeptif visceral aferen. Aktifitas respon lebih rendah di otak bagian anterior dan insula bilateral. Mc Kenzie dkk (2007) juga menambahkan bahwa gangguan psikis yang berkelanjutan juga akan memperburuk kesehatan karena bisa mempengaruhi asupan makanannya juga.
Asupan energi maupun asupan protein responden paling banyak pada kategori kurang. Asupan seseorang terutama orang dengan keadaan sakit tidak hanya diperuntukkan untuk pemeliharaan tubuh melainkan juga untuk kesembuhan. Energi berfungsi sebagai zat tenaga dalamproses metabolisme seseorang, pertumbuhan, dan zat pembangun. Begitu pula dengan protein, selain sebagai sumber energi dan pembangun, protein sebagai pemelihara jaringan yang sudah ada dan membentuk jaringan baru menggantikan jaringan yang rusak ketika sakit.
Asupan makanan seseorang dari energi maupun protein yang kurang bisa juga disebabkankarena rasa kenyang yang lebih cepat.Ketika seseorang mengeluarkan hormon Ghrelin dan menekan hipotalamus, maka akan memberikan sinyal lapar. Selanjutnya ketika seseorang merasa kenyang, hipotalamus juga bekerja melalui hormon CCK, PYY, dan GLP1 untuk menghambat ghrelin tersebut.Asupan yang kurang dikarenakan rasa kenyang yang lebih awal bisa disebabkan karena hormon CGK, PYY, dan GLP1 bekerja lebih cepat. Hormon yang tidak terkendali tersebut juga bisa disebabkan karena kondisi pasien dari penyakitnya atau depresi. Asupan yang kurang di rumah sakit sering menunjukkan adanya sisa makanan yang tinggi terlebih untuk pasien yang tidak mendapatkan makanan luar rumah sakit.
Faktor adanya sisa makanan tidak selalu disebabkan dari penampilan makanan yaitu warna, besar porsi, dan cara penyajian. Namun bisa disebabkan dari mutu makanan yang lain seperti citarasa. Kelemahan pada penelitian ini tidak dilihat pula mutu makanan yang lain seperti citarasa yang telah disebutkan. Maka tidak bisa diketahui apakah ada hubungan faktor dari mutu makanan lainnya dengan sisa makan pasien. Hasil penelitian juga berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lumbantoruan (2012). Penelitian tersebut menyatakan bahwa ada perbedaan proporsi sisa makanan antara responden yang puas dan tidak puas dalam menilai penampilan makan rumah sakit.
KESIMPULAN
Persentase rata-rata sisa makan pagi responden sebesar 25.1% dengan penyumbang terbanyak yaitu sayur sebesar 34.3% dan paling sedikit lauk nabati yaitu 16.6%. Dilihat dari faktornya, depresi dan asupan energi berhubungan dengan sisa makan pagi. Asupan protein berhubungan dengan sisa lauk hewani. Namun tidak terdapat hubungan antara penampilan makan pagi meliputi warna, besar porsi, dan cara penyajian dengan sisa makan pagi.
DAFTAR PUSTAKA
Habiba dan Adriani. Hubungan Depresi, Asupan, dan Penampilan Makanan dengan Sisa Makan Pagi Pasien Rawat Inap (Studi di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya). Published online: 23-10-2017.