REVIEW JURNAL : Kecukupan Zat Gizi Makro, Status Gizi, Stres dan Siklus Menstruasi pada Remaja

Jurnal Gizi Klinik Indonesia Vol 13 No 3 – Januari 2017 (121-128)

Review Jurnal

Kecukupan Zat Gizi Makro, Status Gizi, Stres dan Siklus Menstruasi pada Remaja

Oleh:

Nabila chaerun nisa ( Universitas Muhammadiyah Semarang) dan Nadila Cahyaningtyas Kristy Alimin (Universitas Airlangga)

Tema: Gizi Klinis

1. Pendahuluan

Pada masa remaja (adolescence) merupakan masa transisi dimana dari masa anak-anak menuju ke dewasa yang ditandai dengan terjadinya berbagai macam di dalam tubuh yang memungkinkan untuk bereproduksi. Pada perempuan tanda menuju masa dewasa yaitu, menstruasi. Menstruasi memiliki siklus. Siklus menstruasi merupakan waktu sejak hari pertama menstruasi sampai datangnya mensturasi periode berikutnya. Apabila siklus menstruasi terganggu maka ada dampak yang ditimbulkan. Jika dampak gangguan siklus menstruasi tidak segera ditangani, maka akan mengakibatkan tubuh kehilangan terlalu banyak darah sehingga terjadi anemia. Oleh karena itu, kebutuhan gizi berhubungan erat dengan masa pertumbuhan, jika asupan gizi remaja terpenuhi, maka remaja akan mengalami pertumbuhan yang optimal. Kebutuhan gizi yang harus terpenuhi berasal dari karbohidrat, lemak, dan protein. Asupan karbohidrat berhubungan dengan kalori selama fase luteal, asupan protein berhubungan dengan panjang fase folikular sedangkan asupan lemak berhubungan dengan hormon reproduksi. Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan gizi seseorang. Salah satu penyebab dari gangguan siklus mesntruasi, yaitu stres. Stres dapat mempengaruhi kesehatan bahkan dapat mempengaruhi siklus menstruasi, hal ini dibuktikan dari beberapa hasil studi yang menyatakan bahwa pelajar perawat di Kusyu University sebanyak 34% mengalami menstruasi tidak teratur akibat stres dan wanita pertama sekali dipenjara dilaporkan sebanyak 30% mengalami menstruasi tidak teratur akibat stres.

2. Bahan dan Metode

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode cross sectional yang dilakukan pada bulan Maret-Juli 2016. Populasi yang diambil adalah remaja putri di SMA Negeri 21 Jakarta kelas X dan XI dengan jumlah populasi sebesar 319 orang. Teknik pengambilan sampel dengan proportionate random sampling sehingga diperoleh sampel sebesar 90 orang. Variabel yang diteliti meliputi siklus menstruasi, kecukupan zat gizi makro, status gizi, dan stres. Pengumpulan data kecukupan asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuisioner food recall 3×24 jam (1 hari libur dan 2 hari biasa) dengan bantuan foto bahan makanan terstandar dan nutrisurvey. Analisis data menggunakan uji Chi-Square (p<0,05) untuk menentukan hubungan dari variable independen dan dependen. Regresi logistik digunakan untuk menentukan variabel yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen.

3. Hasil

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa hubungan kecukupan asupan zat gizi makro dengan siklus menstruasi memiliki nilai p-value 0,030 dan prevalence ratio 3,78 (karbohidrat); p-value 0,001 dan prevalence ratio 5,42 (protein); p-value 0,003 dan prevalence ratio 4,88 (lemak). Kecukupan asupan karbohidrat tidak baik memiliki persentase tertinggi yaitu 83,2% dan sebanyak 61,5% responden dengan asupan kecukupan karbohidrat tidak baik memiliki siklus menstruasi tidak normal. Kecukupan asupan protein tidak baik memiliki persentase tertinggi yaitu 65%. Sebagian besar responden dengan kecukupan asupan protein tidak baik mengalami siklus menstruasi tidak normal dengan persentase 53%. Sementara pada kecukupan asupan lemak, presentase tertinggi terdapat pada asupan lemak tidak baik yaitu 56,6% dan rata-rata responden dengan asupan lemak tidak baik mengalami siklus menstruasi tidak normal yaitu 47% . Hubungan status gizi dengan siklus menstruasi memiliki nilai p-value 0,004 dan prevalence ratio 14,59. Hubungan stres dengan siklus menstruasi memiliki nilai p-value 0,000 dan prevalence ratio 7,27. status gizi memiliki ratio pravalence tertinggi yaitu 20,157 diikuti dengan stres dan kecukupan asupan lemak yaitu 9,298 dan 4,082.

4. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kecukupan asupan karbohidrat berhubungan dengan siklus menstruasi. Responden dengan kecukupan asupan karbohidrat tidak baik berisiko 3,79 kali mengalami siklus menstruasi tidak normal dibandingkan dengan responden yang memiliki kecukupan asupan karbohidrat baik. Karbohidrat merupakan sumber peningkatan asupan kalori selama fase luteal sehingga apabila asupan karbohidrat terpenuhi maka tidak akan terjadi pemendekan fase luteal. Peningkatan asupan energi bersumber pada asupan karbohidrat dan diketahui bahwa terjadi peningkatan asupan karbohidrat yang signifi kan selama fase premenstruasi .Ketika tingkat estrogen menurun dan terjadi hipoglikemia selama pramenstruasi, maka ada kebutuhan fisiologis untuk meningkatnya asupan karbohidrat selama fase luteal pada siklus menstruasi yang mempengaruhi perilaku makan yang sebenarnya atau keinginan untuk makan (food craving).Berdasarkan hasil penelitian diketahui adanya hubungan yang signifikan antara kecukupan asupan protein dengan siklus menstruasi, terdapat risiko sebesar 5,42 kali mengalami gangguan siklus menstruasi pada responden yang memiliki kecukupan asupan protein tidak baik. Kecukupan asupan protein rendah disebabkan oleh pola makan responden yang tidak teratur, sering mengonsumsi hidangan sepinggan yaitu hidangan tersebut mengandung sumber protein yang rendah. Asupan protein hewani yang berlebih akan memperpanjang fase folikuler. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa kecukupan asupan lemak berhubungan dengan siklus menstruasi. Responden dengan kecukupan asupan lemak tidak baik berisiko 4,88 kali mengalami gangguan siklus menstruasi dibandingkan dengan responden yang memiliki kecukupan asupan lemak baik. Menstruasi wanita akan tidak teratur apabila memiliki simpanan lemak kurang dari 20% dari total berat badan . Hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh status gizi berhubungan dengan gangguan siklus menstruasi. Pada responden dengan status gizi tidak normal berisiko 14,58 kali mengalami siklus menstruasi tidak normal dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi normal.

Gizi lebih pada remaja putri dapat menyebabkan gangguan menstruasi, hal ini disebabkan terjadinya peningkatan produksi estrogen yang diketahui bahwa selain ovarium jaringan adiposa juga dapat memproduksi estrogen. Peningkatan estrogen yang terus menerus secara tidak langsung menyebabkan peningkatkan hormone androgen yang dapat menggangu perkembangan folikel sehingga tidak dapat menghasilkan folikel yang matang . Peningkatan cepat kadar estrogen menimbulkan umpan balik positif terhadap hipotalamus dan kelenjar hipofisis sehingga terjadi sentakan peninggian LH. LH yang terlalu cepat keluar menyebabkan hiperandrogenisme kadar testosterone yang rendah sehingga tidak terjadi ovulasi. Remaja perempuan yang mempunyai status gizi kurus sekali akan mengalami hambatan dengan menstruasinya. Kehilangan berat badan secara besarbesaran dapat menyebabkan penurunan hormone gonadotropin untuk pengeluaran LH dan FSH yang mengakibatkan estrogen akan turun sehingga berdampak negatif pada siklus menstruasi. Sekresi LH yang terganggu akibat penurunan berat badan dapat menyebabkan pemendekan fase luteal.

Stress berhubungan dengan gangguan siklus menstruasi. Pada responden yang mengalami stres terdapat risiko 7,27 kali gangguan siklus menstruasi dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami stress Berdasarkan hasil wawancara, faktor penyebab stres terbanyak (63,2%) pada responden disebabkan karena adanya school stress. Rasa takut terhadap menurunnya prestasi disekolah dan banyaknya tugas yang diberikan guru menjadi faktor utama penyebab stres pada responden. Selain itu, responden sedang dihadapkan dengan ujian kenaikan kelas yang menyebabkan tingkat stres pada responden semakin meningkat. Pada keadaan stres terjadi aktivasi pada amygdala pada sistem limbik. Sistem ini menstimulasi pelepasan hormone dari hipotalamus yaitu corticotropic releasing hormone (CRH). Hormon ini secara langsung akan menghambat sekresi GnRH hipotalamus pada tempat produksinya di nucleus arkuata. Proses ini kemungkinan terjadi melalui penambahan sekresi opiod endogen. Pada wanita dengan gejala amenore hipotalamik menunjukkan keadaan hiperkortisolisme yang disebabkan adanya peningkatan CRH dan ACTH. Hormon-hormon tersebut secaralangsung dan tidak langsung menyebabkan penurunan kadar GnRH, yaitu melalui jalan ini stres menyebabkan gangguan siklus menstruasi. Dari yang tadinya siklus menstruasinya normal menjadi oligomenorrhea, polimenorrhea, atau amenorrhea. Gejala klinis yang timbul ini tergantung pada derajat penekanan pada GnRH. Gejala-gejala ini umumnya bersifat sementara dan biasanya akan kembali normal apabila stres yang ada dapat diatasi.

5. Kesimpulan

Kecukupan asupan zat gizi makro, status gizi, dan stres memiliki hubungan yang signifikan dengan siklus menstruasi pada remaja. Status gizi tidak normal pada remaja merupakan faktor dominan terjadinya gangguan siklus menstruasi (OR=20,157). perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT) yang tidak normal memiliki risiko lebih tinggi terhadap kejadian gangguan siklus menstruasi dibandingkan dengan mereka dengan indeks massa tubuh normal.

6. Daftar Pustaka

Sitoayu, L., Dewi A.P., Erry, Y.M. 2017. Kecukupan Zat Gizi Makro, Status Gizi, Stres dan Siklus Menstruasi pada Remaja. Vol 13 No 3 – Januari 2017 (121-128). Jurnal Gizi Klinik Indonesia.

Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *