SEJARAH ILMU GIZI DI INDONESIA

SEJARAH ILMU GIZI DI INDONESIA

Ilmu Gizi di Indonesia dirintis sejak tahun 1950 oleh Bapak Gizi Indonesia, Prof. Poerwo Soedarmo (1904 – 2003). Istilah Gizi dan Ilmu Gizi dikenal di Indonesia sekitar awal tahun 1950-an, sebagai terjemahan kata “Nutrition” dan “Nutrition Science“. Atas petunjuk tersebut Prof. Poerwo Soedarmo memilih kata GIZI sebagai terjemahan resmi kata nutrition, yang sejak tahun 1952 kata GIZI itu sudah dipakai dikalangan Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.

Dalam Undang-Undang, istilah GIZI resmi dipakai dalam:

1). Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Pasal 1 No. 13 & 14 tentang Bab III Mutu Pangan dan Gizi; Pasal 27 : 1-4) dan

2). Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Kesehatan, Bab VIII tentang Gizi dan Pasal 141.

Melihat perkembangan yang begitu pesat baik di Indonesia maupun di Dunia Badan Dunia WHO membagi ruang lingkup ilmu gizi ke dalam tiga kelompok besar. Pertama, kelompok gizi biologi dan metabolik. Kedua, kelompok gizi perorangan, sepanjang siklus hidup. Ketiga, kelompok gizi masyarakat, baik bersifat lokal, nasional, regional dan global.

Ilmu Gizi kemudian dibagi menurut ruang lingkupnya yaitu Ilmu Gizi dibagi dalam dua bidang keilmuan yang dilihat dari segi sifatnya yakni:

1). Ilmu Gizi yang berkaitan dengan kesehatan perorangan disebut Gizi Kesehatan Perorangan (Clinical Nutrition) yaitu Gizi Klinik lebih menitikberatkan pada kuratif dari pada preventif dan promotifnya. Dengan pendekatan kuratif, prosesnya dimulai dari anamnesia dan pengkajian status nutrisi pasien; pemeriksaan antropometri beserta tindak lanjut terhadap gangguannya; pemeriksaan radiologi dan tes laboratorium yang bertalian dengan status nutrisi pasien; suplementasi oral, enteral, dan parenteral; serta interaksi timbal balik antara nutrien dan obat-obatan.

2). Ilmu Gizi yang berkaitan dengan Kesehatan Masyarakat yang disebut Gizi Kesehatan Masyarakat (Public Health Nutrition) yaitu Gizi Masyarakat berkaitan dengan gangguan gizi pada kelompok masyarakat, oleh sebab itu sifatnya lebih ditekankan pada pencegahan (preventif) dan peningkatan (promotif). Termasuk juga tentang Bahan Tambahan Pangan (pewarna, penyedap, dan bahan-bahan kontaminan lainnya).

Dari sejarah perkembangan Ilmu Gizi makin banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara apa yang dimakan dengan kesehatan dan penyakit. Suatu peribahasa kuno yang mengatakan bahwa “Kamu adalah apa yang kamu makan” sering dikutip tetapi tidak direnungkan lebih dalam apa maksud peribahasa tersebut. Makanan meskipun enak dan mahal tidak selalu menjadikan tubuh selalu sehat dan produktif, bahkan sebaliknya menimbulkan penyakit misalnya apabila sering makan berlemak dan manis-manis yang menghasilkan energi tinggi tetapi tidak diimbangi dengan kegiatan fisik yang memadahi, mendorong orang mudah menjadi gemuk. Apabila kegemukan ini berlanjut dapat berakibat pada berbagai penyakit seperti diabetes, jantung, hipertensi, dan sebagainya. Sebaliknya makanan sederhana dan murah bukan berarti tidak bermutu.

Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *